Menjawab Tuduhan Orang Kafir Bahwa Nabi Muhammad SAW Tidak Dikhitan
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيم
Seorang Missionaris bertanya “
Islam yang ber-koar2 bahwa muslim harus disunat, tetapi Nabinya tidak pernah disunat secara Islam! Ya, Muhammad tidak pernah disunat secara Islam! Buktikan kepada saya bahwa Muhammad disunat menurut Islam! Cantumkan refrensinya dari ayat Quran atau Hadist!!
Muslim Menjawab :
Ditinjau dari sisi sejarah, ternyata khitan (sunat) telah dikenal kira-kira 100 tahun sebelum Masehi. Ada beberapa alasan mengapa orang melakukan sunat. Philo, seorang Yahudi, mengungkapkan empat alasan orang melakukan khitan (sunat) :
Alasan kesehatan, untuk menghindari penyakit kelamin yang pada waktu dulu belum ditemukan obatnya. Untuk mencapai kebersihan badan yang paling sempurna, terutama untuk kaum Paderi. Suatu anggapan bahwa kelamin lelaki memiliki nilai yang sama dengan kasih (hati), sumber spritual dan intelektual. Dengan bersunat berarti akan bertambah subur dan banyak anak. Kejadian 17:12 menganjurkan anak lelaki dikhitan dalam usia 8 hari. Itulah sebabnya Nabi Isa as. pun dalam usia 8 hari dikhitan, kemudian secara resmi diberi nama Yesus (Lukas 2:21). Setelah itu, beliau dibawa ke Bait Allah di Yerussalem untuk diserahkan kepada Tuhan (Lukas 2: 22 dan 27) dan diberkati oleh Simeon ( Lukas 2 : 34 ). Yesus dikhitan di samping dasar hukumnya telah disebut di atas, juga bersumber dari Imamat 12:1 s/d 8jo. Keluaran 13:2, sebagaimana para nabi lainnya pun semuanya dikhitan. Mereka antara lain :
Adam ( Injil Barnabas 23 : 1-15 ). Maka tepatlah apa yang termaktub dalam Yahya 7 : 22 Maka Musa sudah memberi kamu hukum bersunat itu, bukan asalnya dari Musa, melainkan dari nenek moyangmu. Ibrahim, Ismail, dan Ishak ( Kejadian 17 : 24 – 26 dan 21 : 4 ) Sampai zaman Harun dan Musa, khitan tetap berlaku ( Keluaran 12 : 43) Yahya ( Yohanes ) dan Yesus dikhitan dalam usia 8 hari ( Lukas 1 : 59 – 60 dan 2 : 21 – 22 ) Nabi Muhammad saw pun dikhitan, karena beliau dari kalangan Bani Ismail (bangsa Arab) yang juga merupakan keturunan Nabi Ibrahim as. Menurut riwayat yang shahih dari ulama ahli hadis, beliau dikhitan sesudah berusia 7 hari, oleh Abdul Muthalib, yang kemudian diberi nama Muhammad. Hadits berikut meriwayatkan bahwa semua orang arab berkhitan, Termasuk Rasulullah :
Ibnu Abbas r.a. mengatakan bahwa Abu Sufyan bin Harb bercerita kepadanya, bahwa Heraclius (Herclius, Raja Rumawi Timur yang memerintah tahun 610 – 630 M) berkirim surat kepada Abu Sufyan menyuruh ia datang ke Syam bersama kafilah saudagar Quraisy (Quraisy, nama suku bangsawan tinggi di negara Mekkah).
Waktu itu Rasullah saw, sedang dalam perjanjian damai dengan Abu Sufyan dan dengan orang-orang kafir Quraisy (Perjanjian damai, yaitu Perjanjian Hudaibiyah yang dibuat tahun 6 H).
Mereka datang menghadap Heraclius di Ilia (Ilia, yaitu Baitul Maqdis (Jerusaalem)) terus masuk ke dalam majlisnya, dihadapi oleh pembesar-pembesar Rumawi. Kemudian Heraclius Memanggil orang-orang Quraisy itu beserta Juru bahasanya.
Heraclius berkata, “Siapa di antara Anda yang paling dekat hubungan kekeluargaannya dengan laki-laki yang mengaku dirinya Nabi itu ?”Jawab Abu Sufyan, “Saya! Saya keluarga terdekat dengannya “Berkata Heraclius ( kepada jurubahasanya ). “Suruh dekat-dekatlah dia kepadaku. Dan suruh pula para sahabatnya duduk dibelakangnya”. Kemudian berkata Heraclius kepada jurubahasa, “Katakan kepada mereka bahwa saya akan bertanya kepada orang ini (Abu Sufyan). Jika dia berdusta, suruhlah mereka mengatakan bahwa dia dusta”.Kata Abu Sufyan, “Demi Allah ! Jika tidaklah aku takut akan mendapat malu, karena aku dikatakan dusta, niscaya maulah aku berdusta”.Pertanyaannya yang pertama, “Bagaimanakah turunannya dikalanganmu ?”Aku jawab, “Dia turunan bangsawan dikalangan Kami”.Heraclius, “Pernahkah orang lain sebelumnya mengumandangkan apa yang telah dikumandangkannya ?”Jawabku, “Tidak pernah”.Heraclius, “Adakah diantara nenek moyangnya yang menjadi Raja ?”Jawabku, “Tidak!”Heraclius, “Apakah pengikutnya terdiri dari orang-orang mulia ataukah orang-orang biasa ?”Jawabku, “Hanya terdiri dari orang biasa-orang biasa”.Heraclius, “Apakah pengikutnya semakin bertambah atau berkurang ?”Jawabku, “Bahkan selalu bertambah”.Heraclius, “Adakah mereka yang Murtad ( Murtad, artinya kembali menjadi kafir sesudah beriman ), karena mereka benci kepada agama yang dipeluknya itu ?”Jawabku, “Tidak !”Heraclius, “Apakah menaruh curiga kepadanya dia berdusta sebelum dia mengumandangkan ucapan yang diucapkannya sekarang ?”Jawabku, “Tidak !”Heraclius, “Pernahkan dia melanggar janji ?”Jawabku, “Tidak! dan sekarang, kami sedang dalam perjanjian damai dengan dia. Kami tidak tahu apa yang akan diperbuatnya dengan perjanjian itu”.
Kata Abu Sufyan menambahkan, “Tidak dapat aku menambahkan kalimat lain agak sedikitpun selain kalimat itu ( Jawab Abu Sufyan tidak dicukupkanya saja dengan kata “Tidak”, tetapi ditambahkannya bahwa ia tidak tahu apakah Nabi Muhammad masih setia kepada janjinya atau tidak. Seakan-akan terbayang baginya kalau-kalau Nabi Muhammad melanggar janji setelah meninggalkan Mekkah ).
Heraclius, “Pernahkah kamu berperang dengannya ?”Jawabku, “Pernah”.Heraclius, “Bagaimana peperanganmu itu ?”Jawabku, “Kami kalah dan menang silih berganti. Dikalahkannya kami dan kami kalahkan pula dia”.Heraclius, “Apakah yang diperintahkannya kepada kamu sekalian ?”Jawabku, “Dia menyuruh kami menyembah Allah semata-mata, dan jangan mempersekutukan-Nya. Tinggalkan apa yang diajarkan nenek moyangmu! Disuruhnya kami menegakan Shalat, berlaku jujur, sopan (teguh hati) dan mempererat persaudaraan”.
Kata Heraclius kepada jurubahasanya, “Katakan kepadanya (AbuSufyan), saya tanyakan kepadamu tentang turunannya (Muhammad), kamu jawab dia bangsawan tinggi. Begitulah Rasul-rasul yang terdahulu, diutus dari kalangan bangsawan tinggi kaumnya”. Saya tanyakan, “Adakah salah seorang di antara kamu yang pernah mengumandangkann ucapan sebagai yang diucapkannya sekarang ?” Jawabmu, “Tidak !” Kalau ada seseorang yang pernah mengumandangkan ucapan yang diucapkannya sekarang, niscaya aku katakan, “Dia meniru-niru ucapan yang diucapkan orang dahulu itu”. Saya tanyakan, “Adakah di antara nenek moyangnya yang jadi raja ?” Jawabmu, “Tidak Ada !” Kalau ada di antara nenek moyangnya yang menjadi raja, niscaya kukatakan, “Dia hendak menuntut kembali kerajaan nenek moyangnya”. Saya tanyakan, “Adakah kamu menaruh curiga kepadanya bahwa ia dusta, sebelum ia mengucapkan apa yang ia ucapkannya sekarang ?” Jawabmu, “Tidak!” Saya yakin, dia tidak akan berdusta terhadap manusia apalagi kepada Allah. Saya tanyakan, “Apakah pengikut terdiri dari orang-orang mulia ataukah orang-orang biasa ?” Jawabmu, “Orang-orang biasa”. Memang, mereka jualah yang menjadi pengikut Rasul-rasul. Saya tanyakan, “Apakah pengikutnya bertambah banyak atau semakin kurang ?” Jawabmu, “Mereka bertambah banyak”. Begitulah halnya IMAN hingga sempurna.
Saya tanyakan, “Adakah di antara mereka yang murtad karena benci kepada agama yang dipeluknya, setelah mereka masuk ke dalamnya ?” Kamu jawab, “Tidak !” Begitulah Iman, apabila ia telah mendarah-daging sampai ke jantung-hati. Saya tanyakan, “Adakah ia melanggar janji ?” Kamu jawab, “Tidak ?” Begitu jualah segala Rasul-rasul yang terdahulu, mereka tidak suka melanggar janji. Saya tanyakan, “Apakah yang disuruhkanya kepada kamu sekalian ?” Kamu jawab, “Ia menyuruh menyembah Allah semata-mata, dan melarang mempersekutukan-Nya. Dilarang pula menyembah berhala, disuruhnya menegakan shalat, berlaku jujur dan sopan (teguh hati)”. Jika yang kamu terangkan itu betul semuanya, niscaya dia akan memerintah sampai ketempat aku berpijak di kedua telapak kakiku ini. Sesungguhnya aku telah tahu bahwa ia akan lahir. Tetapi aku tidak mengira bahwa dia akan lahir diantara kamu sekalian. Sekiranya aku yakin akan dapat bertemu dengannya, walaupun dengan susah payah aku akan berusaha datang menemuinya. Kalau aku telah berada di dekatnya, akan kucuci kedua telapak kakinya.
Kemudian Heraclius meminta surat Rasullah saw, yang diantarkan oleh Dihyah kepada pembesar negeri Bushra, yang kemudian diteruskan kepada Heraclius. Lalu dibacakan surat itu, yang isinya sebagai berikut :
“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang. Dari Muhammad, Hamba Allah dan Rasul-Nya. Kepada Heraclius, Kaisar Rumawi. Kesejahteraan kiranya untuk orang yang mengikut petunjuk. Kemudian, sesungguhnya saya mengajak Anda memenuhi panggilan Islam. Islamlah ! Pasti Anda akan selamat. Dan Allah akan memberi pahala kepada Anda dua kali lipat. Tetapi jika Anda enggan, niscaya Anda akan memikul dosa seluruh rakyat. Hai, Ahli kitab ! marilah kita bersatu dalam satu kalimah (prinsip) yang sama diantara kita, yaitu supaya kita tidak menyembah kecuali hanya kepada Allah, dan jangan mempersekutukan-Nya dengan suatu apa pun. Dan janganlah sebagian kita menjadi yang lain menjadi Tuhan selain daripada Allah. Apabila Anda enggan menurut ajakan ini akuilah bahwa kami ini Muslim”.
Kata Abu Sofyan, “Selesai ia mengucapkan perkataannya dan membaca surat itu, ruangan menjadi heboh dan hiruk pikuk; kami pun disuruh orang keluar. Sampai diluar, aku berkata kepada kawan-kawan, “Sungguh menjadi masalah besar urusan Anak Abu Kabsyah (Anak Abu Kabsyah, yakni nama ejekan yang dipanggilkan orang kafir Mekkah kepada Nabi Muhammad. Karena waktu kecil Nabi dipelihara oleh Halimah, yang suaminya bernama Abu Kabsyah). Sehingga raja bangsa kulit kuning itu pun takut kepadanya. Aku yakin, Muhammad pasti menang. Sehingga oleh karenanya Allah memasukkan Islam ke dalam hatinku”.
Ibnu Nathur, pembesar negeri Ilia, sahabat Heraclius dan Uskup (Uskup, kepala pendeta) Nasrani di Syam dan menceritakan, “Ketika Heraclius datang ke Ilia, ternyata pikirannya sedang kacau. Oleh karena itu banyak di antara para pendeta yang berkata: “Kami sangat heran melihat sikap Anda”.
Selanjutnya kata Ibnu Nathur, Heraclius adalah seorang ahli Nujum yang selalu memperhatikan perjalanan bintang-bintang. Dia pernah menjawab pertanyaan para pendeta yang bertanya kepadanya : “Pada suatu malam ketika saya mengamati perjalanan bintang-bintang, saya melihat Raja Khithan telah lahir (Khithan, khitan, sunat, memotong ujung kulit (kulup) pada ujung kemaluan laki-laki). Siapakah di antara umat ini yang telah dikhitan ?” Jawab para pendeta “Yang berkhitan itu hanyalah orang Yahudi. Janganlah Anda risau karena orang Yahudi itu. Perintakan saja ke seluruh negeri dalam kerajaan Anda, supaya orang-orang Yahudi di negeri itu dibunuh “.
Ketika itu dihadapkan kepada Heraclius seorang utusan Raja Bani Ghassan untuk menceritakan perihal Rasullah saw. Setelah orang itu selesai bercerita, lalu Herclius memerintahkan agar dia diperiksa, apakah dia berkhitan atau tidak. Setelah diperiksa, ternyata memang dia berkhitan, Lalu diberitahukan orang kepada Heraclius.
Herclius bertanya kepada orang itu tentang orang-orang Arab lainnya, “Dikhitankah mereka atau tidak ?”Jawabnya, “Orang-orang Arab itu dikhitan semuanya”.Heraclius berkata, “Inilah raja umat. Sesungguhnya dia telah lahir”.
Kemudian Heraclius berkirim surat kepada seorang sahabatnya di Roma (Roma sebuah kota tertua di Italia, yang sekarang menjadi ibikota negeri itu. Dahulunya adalah ibu kota kerajaan Rum Barat. Menurut riwayat, konon kota itu didirikan oleh Romulus pada tahun 753 sebelum Masehi) yang ilmunya setaraf dengan Heraclius (menceritakan tentang kelahiran Nabi Muhammad saw).
Dan sementara itu ia meneruskan perjalanannya kenegeri Hims (Sebuah kota di Syam). Tetapi sebelum dia sampai di Hims, balasan surat dari sahabatnya itu telah tiba lebih dahulu. Sahabatnya itu menyetujui pendapat Heraclius bahwa Muhammad telah Lahir dan beliau memang seorang Nabi.
Heraclius mengundang para pembesar Roma supaya datang ketempatnya di Hims. Setelah semuanya hadir dalam majlisnya, Heraclius memrintahkan supaya mengunci setiap pintu.
Kemudian dia berkata, “Wahai, bangsa Rum ! Maukah Anda semua beroleh kemenangan dan kemajuan yang gilang gemilang, sedangkan kerajaan tetap utuh di tangan kita ? Kalau mau, akuilah Muhammad itu sebagai Nabi !”
Mendengar ucapan itu mereka lari bagaikan keledai liar, padahal semua pintu telah terkunci. Melihat keadaan demikian, Heraclius jadi putus harapan yang mereka akan iman (percaya kepada Nabi Muhammad saw). Lalu diperintahkannya supaya mereka kembali ke tempat mereka masing-masing seraya berkata, “Sesungguhnya saya mengucapkan perkataan saya tadi, hanyalah sekedar menguji keteguhan hati Anda semua. Kini saya telah melihat keteguhan itu”.
Lalu mereka sujud dihadapan Heraclius dan mereka senang kepadanya. Demikianlah akhir kisah Heraclius. (Shahih Bukhari 5)
Adapun ayat yang secara tegas menyatakan bahwa Rasulullah wajib mengikuti ajaran Nabi Ibrahim adalah :
ثُمَّ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ أَنِ اتَّبِعْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفاً وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَKemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad): “Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif” dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan. QS An Nahl ayat 123
Dari Abu Hurairah ra : “saya mendengar Rasulullah SAW bersabda : “fitrah itu ada lima : khitan, mencukur bulu disekitar kemaluan, memotong kumis, memotong kuku, dan mencabut bulu ketiak”. (HR Bukhari – Muslim)
Riwayat dari Utsman bin Kulaib bahwa kakeknya datang kepada Nabi Muhammad SAW dan berkata: “Aku telah masuk Islam.” Lalu Nabi SAW bersabda: “Buanglah darimu rambut kekufuran dan berkhitanlah.” Kedua, riwayat dari Harb bin Ismail: “Siapa yang masuk Islam, maka berkhitanlah walaupun sudah besar.”
عَنْ أَبِي هُرَيْرةَ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ سَمِعْتُ النَبِي صَلَّى اللهُ عَلَيْه وَسَلَّمَ يَقُولُ اْلفِطْرَةُ خَمْسٌ اْلخِتَانُ وَاْلاسْتِحْدَادُ وَقَصُّ الشَّارِب وَتَقْلِيْمُ اْلأَظْفَار وَنَتْفُ الْآبَاط
Dari Abu Hurairah radliyallaahu ’anhu ia berkata : Aku mendengar Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam bersabda : ”Fithrah itu ada lima macam : Khitan, mencukur bulu kemaluan, memotong kumis, menggunting kuku, dan mencabut bulu ketiak” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (6297 – Fathul-Baari), Muslim (3/257 – An-Nawawi), Malik dalam Al-Muwaththa’ (1927), Abu Dawud (4198), At-Tirmidzi (2756), An-Nasa’i (1/14-15), Ibnu Majah (292), Ahmad dalam Al-Musnad (2/229), dan Baihaqi (8/23)].
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ الرَّحِيمِ أَخْبَرَنَا عَبَّادُ بْنُ مُوسَى حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ جَعْفَرٍ عَنْ إِسْرَائِيلَ عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ قَالَ سُئِلَ ابْنُ عَبَّاسٍ
مِثْلُ مَنْ أَنْتَ حِينَ قُبِضَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَنَا يَوْمَئِذٍ مَخْتُونٌ قَالَ وَكَانُوا لَا يَخْتِنُونَ الرَّجُلَ حَتَّى يُدْرِكَ
وَقَالَ ابْنُ إِدْرِيسَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قُبِضَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَنَا خَتِينٌ
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abdurrahim telah mengabarkan kepada kami 'Abbad bin Musa telah menceritakan kepada kami Isma'il bin Ja'far dari Isra`il dari Abu Ishaq dari Sa'id bin Jubair dia berkata; Ibnu Abbas ditanya; "Pernahkah kamu bertanya kapan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dikhitan?" Nabi menjawab; 'Waktu itu saya telah dikhitan ketika berusia 7 hari.' Dia juga berkata; 'Dan orang-orang tidak dikhitan kecuali setelah mereka dewasa (baligh).' Dan berkata Ibnu Idris dari ayahnya dari Abu Ishaq dari sa'id bin Jubair dari Ibnu Abbas ketika Nabi shallallahu 'alaihi wasallam wafat saya telah dikhitan.(HADIST NO - 5825 KITAB BUKHARI)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar