بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
KUPAS TUNTAS APA ITU SALAF/SALAFY/SALAFUSH SHOLIH DAN FITNAH DUSTA DARI AHLI HAWA/AHLI BID'AH MUSUH-MUSUH AKIDAH SALAFUSH SHOLIH
DEFENISI SALAF
Menurut bahasa (etimologi), Salaf artinya yang terdahulu (nenek moyang), yang lebih tua dan lebih utama. [1] Salaf berarti para pendahulu. Jika dikatakan salaf seseorang, maksudnya kedua orang tua yang telah mendahuluinya. [2]
Menurut istilah (terminologi), kata Salaf berarti generasi pertama dan terbaik dari ummat (Islam) ini, yang terdiri dari para Sahabat, Tabi’in, Tabi’ut Tabi’in dan para Imam pembawa petunjuk pada tiga kurun (generasi/masa) pertama yang dimuliakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
“Sebaik-baik manusia adalah pada masaku ini (yaitu masa para Sahabat), kemudian yang sesudahnya (masa Tabi’in), kemudian yang sesudahnya (masa Tabi’ut Tabi’in).” [3]
Menurut al-Qalsyani: “Salafush Shalih adalah generasi pertama dari ummat ini yang pemahaman ilmunya sangat dalam, yang mengikuti petunjuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menjaga Sunnahnya. Allah memilih mereka untuk menemani Nabi-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menegakkan agama-Nya...” [4]
Syaikh Mahmud Ahmad Khafaji berkata di dalam kitabnya, al-‘Aqiidatul Islamiyyah bainas Salafiyyah wal Mu’tazilah: “Penetapan istilah Salaf tidak cukup dengan hanya dibatasi waktu saja, bahkan harus sesuai dengan Al-Qur'an dan As-Sunnah menurut pemahaman Salafush Shalih (tentang ‘aqidah, manhaj, akhlaq dan suluk-pent.). Barangsiapa yang pendapatnya sesuai dengan Al-Qur'an dan As-Sunnah mengenai ‘aqidah, hukum dan suluknya menurut pemahaman Salaf, maka ia disebut Salafi meskipun tempatnya jauh dan berbeda masanya. Sebaliknya, barangsiapa pendapatnya menyalahi Al-Qur'an dan As-Sunnah, maka ia bukan seorang Salafi meskipun ia hidup pada zaman Sahabat, Tabi’in dan Tabi’ut Tabi’in. [5]
Penisbatan kata Salaf atau as-Salafiyyuun bukanlah termasuk perkara bid’ah, akan tetapi penisbatan ini adalah penisbatan yang syar’i karena menisbatkan diri kepada generasi pertama dari ummat ini, yaitu para Sahabat, Tabi’in dan Tabi’ut Tabi’in.
Ahlus Sunnah wal Jama’ah dikatakan juga as-Salafiyyuun karena mereka mengikuti manhaj Salafush Shalih dari Sahabat dan Tabi’ut Tabi’in. Kemudian setiap orang yang mengikuti jejak mereka serta berjalan berdasarkan manhaj mereka -di sepanjang masa-, mereka ini disebut Salafi, karena dinisbatkan kepada Salaf. Salaf bukan kelompok atau golongan seperti yang difahami oleh sebagian orang, tetapi merupakan manhaj (sistem hidup dalam ber‘aqidah, beribadah, berhukum, berakhlak dan yang lainnya) yang wajib diikuti oleh setiap Muslim. Jadi, pengertian Salaf dinisbatkan kepada orang yang menjaga keselamatan ‘aqidah dan manhaj menurut apa yang dilaksanakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Sahabat Radhiyallahu ‘anhum sebelum terjadinya perselisihan dan perpecahan. [6]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah (wafat th. 728 H) [7] berkata: “Bukanlah merupakan aib bagi orang yang menampakkan manhaj Salaf dan menisbatkan dirinya kepada Salaf, bahkan wajib menerima yang demikian itu karena manhaj Salaf tidak lain kecuali kebenaran.” [8]
[Sumber : Kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah, Yazid bin Abdul Qadir Jawas]
_________
Catatan Kaki :
[1]. Lisaanul ‘Arab (VI/331) karya Ibnu Manzhur (wafat th. 711 H) rahimahullah
[2]. Lihat al-Mufassiruun bainat Ta’wiil wal Itsbaat fii Aayatish Shifaat (I/11) karya Syaikh Muhammad bin ‘Abdurrahman al-Maghrawi, Muassasah ar-Risalah, th. 1420 H.
[3] Muttafaq ‘alaih. HR. Al-Bukhari (no. 2652) dan Muslim (no. 2533 (212)), dari Sahabat ‘Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu
[4]. Al-Mufassiruun bainat Ta’wiil wal Itsbaat fii Aayatish Shifaat (I/11).
[5]. Al-Mufassiruun bainat Ta’-wiil wal Itsbaat fii Aayatish Shifaat (I/13-14) dan al-Wajiiz fii ‘Aqiidah Salafush Shaalih (hal. 34).
[6]. Mauqif Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah min Ahlil Ahwaa' wal Bida’ (I/63-64) karya Syaikh Dr. Ibrahim bin ‘Amir ar-Ruhaili, Bashaa-iru Dzawi Syaraf bi Syarah Marwiyyati Manhajis Salaf (hal. 21) karya Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali dan Mujmal Ushuul Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah fil ‘Aqiidah.
[7]. Beliau adalah Ahmad bin ‘Abdul Halim bin ‘Abdussalam bin ‘Abdillah bin Khidhir bin Muhammad bin ‘Ali bin ‘Abdillah bin Taimiyyah al-Harrani. Beliau lahir pada hari Senin, 14 Rabi’ul Awwal th. 661 H di Harran (daerah dekat Syiria). Beliau seorang ulama yang dalam ilmunya, luas pandangannya. Pembela Islam sejati dan mendapat julukan Syaikhul Islam karena hampir menguasai semua disiplin ilmu. Beliau termasuk Mujaddid abad ke-7 H dan hafal Al-Qur'an sejak masih kecil. Beliau t mempunyai murid-murid yang ‘alim dan masyhur, antara lain: Syamsuddin bin ‘Abdul Hadi (wafat th. 744 H), Syamsuddin adz-Dzahabi (wafat th. 748 H), Syamsuddin Ibnu Qayyim al-Jauziyyah (wafat th. 751 H), Syamsuddin Ibnu Muflih (wafat th. 763 H) serta ‘Imaduddin Ibnu Katsir (wafat th. 774 H), penulis kitab tafsir yang terkenal, Tafsiir Ibnu Katsiir.
‘Aqidah Syaikhul Islam adalah ‘aqidah Salaf, beliau rahimahullah seorang Mujaddid yang berjuang untuk menegakkan kebenaran, berjuang untuk menegakkan Al-Qur-an dan As-Sunnah menurut pemahaman para Sahabat g tetapi ahlul bid’ah dengki kepada beliau, sehingga banyak yang menuduh dan memfitnah. Beliau men-jelaskan yang haq tetapi ahli bid’ah tidak senang dengan dakwahnya sehingga beliau diadukan kepada penguasa pada waktu itu, akhirnya beliau beberapa kali dipenjara sampai wafat pun di penjara (tahun 728 H). Semoga Allah mengampuni dosa-dosanya, mencurahkan rahmat yang sangat luas dan memasukkan beliau rahimahullah ke dalam Surga-Nya. (Al-Bidayah wan Nihayah XIII/255, XIV/38, 141-145).
[8]. Majmu Fataawaa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (IV/149).
Dr Muhammad Said Ramadhan Al-Buthi dalam bukunya “As-Salafiyah Marhalatun Zamaniyyatun Mubarokah Laa Mazhabun Islaamiyun” berkata di halaman 23 ;
“Sesungguhnya Salafiyah tidak lain adalah bagian dari fase waktu, yang setidaknya hal ini telah diberi sifat oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan kebaikan, sebagaimana disifatinya setiap fase tertentu yang akan datang setelahnya labih baik dari yang datang kemudian, dan jika yang dimaksud adalah jama’ah Islam yang memiliki manhaj tertentu dan spesifik, maka ia tergolong bid’ah”.
Jawaban
Interpretasi penulis, bahwasanya Salafiyah adalah bagian dari fase tertentu dan juga bukan kelompok penafsir adalah termasuk penafsiran yang janggal dan bathil
Terlebih lagi, apakah setiap fase waktu tertentu selalu dikatakan sebagai Salafiyah? Tentunya, tidak seorang pun mengatakan demikian, karena tidak lain Salafiyah itu digunakan sebagai istilah bagi kelompok yang beriman, hidup pada masa periode awal dari periode-periode Islam, komitmen dengan Kitabullah dan Sunnah RasulNya, dari kelompok Muhajirin dan Anshar, dan orang-orang yang setia mengikuti mereka dengan baik, sebagaimana disifati (dijelaskan) Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan perkataannya.
“Artinya : Sebaik-baiknya zaman bagi kalian adalah zaman ku ini, kemudian selanjutnya zaman yang mengikuti mereka, kemudian selanjutnya lagi zaman yang mengikuti mereka….”
Hal tersebut tidak lain adalah kriteria bagi kelompok ini, dan bukan sifat bagi fase waktunya, dan ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan akan terjadi perpecahan di tubuh umat ini setelahnya, Ia kemudian bersabda tentang semua golongan tersebut :
“Artinya : Sesungguhnya semua golongan itu ada di neraka kecuali satu saja”
Dan menjelaskannya, bahwa yang satu ini adalah golongan yang mengikuti manhaj Salaf dan berjalan di atasnya, sebagaimana sabdanya.
“Mereka adalah orang-orang yang berada di atas sesuatu yang aku dan para sahabatku berada diatasnya”.
Hal ini menunjukan adanya golongan Salafiyah terdahulu, dan ada juga golongan yang kemudian setia mengikuti manhajnya, sebagaimana ada golongan yang menyalahinya dan diancam dengan neraka, Hal itu tidak lain karena golongan tersebut sesat dan menyalahi golongan yang selamat.
Dan bukan seperti dinyatakan penulis (Dr Muhammad Said Ramadhan Al-Buthi) pada halaman 20 dan 21.
“Dan dari hak pemilik dua pendapat atau lebih dalam masalah-masalah ijtihad nampak lebih tenang jika apa yang dipeganginya itu adalah pada posisi benar dan bukanlah haknya untuk memastikan bahwa orang-orang yang menyalahi pendapatnya adalah sesat, telah keluar dari koridor petunjuk”.
Kita katakan kepada penulis : “Tidaklah secara mutlak demikian, karena hal ini hanya dalam masalah furu’iyah di mana ia adalah tempat untuk ijtihad, sedangkan masalah aqidah tidak ada tempat untuk ijtihad, karena koridornya adalah taufiqi (berhenti pada nash saja). Dan siapa saja yang menyalahinya dalam masalah tersebut ia dinyatakan sesat dan kafir tergantung dengan tingkat penentangannya, sebagaimana golongan Salaf telah menyatakan sesat golongan Qadariah, Khawarij dan Jahmiyah, bahkan menghukumi sebagian dari mereka dengan kafir karena mereka menyalahi manhaj salaf
SALAFIYAH ADALAH FASE MASA TERTENTU YANG DIBERKAHI DAN IA BUKAN MADZHAB ISLAM
Pernyataan Dr Muhammad Said Ramadhan Al-Buthi dalam judul “Salafiyah adalah fase masa tertentu yang diberkahi dan ia bukan madzhab Islam’.
Jawaban
Judul ini menandakan, bahwa salaf tidak memiliki madzhab yang membuat mereka dikenal dengan itu, dan dalam pandangan Dr Buthi, kaum salaf seolah-olah orang awam yang hidup pada masa tertentu tanpa madzhab apapun.
Pada dasarnya upaya pemisahan para ulama antara madzhab salaf dan madzhab khalaf adalah salah, dan jika demikian, maka tidak ada artinya perkataan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya : Berpeganglah kalian dengan sunnahku dan sunnah Khulafaurrasyidin yang mendapatkan petunjuk setelahku”
Sebagaimana tidak bermaknanya perkataan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika ditanya siapakah kelompok yang selamat ? Rasul menjawab.
“Artinya : Mereka adalah orang-orang yang berada di atas sesuatu (manhaj) yang aku dan para sahabatku berada diatasnya”
Semua itu jadi tidak bermakna sedikitpun, karena salaf tidak memiliki madzhab.
Dapat dipastikan, bahwa yang dimaksud penulis adalah kritikan terhadap orang-orang yang berpegang teguh dengan madzhab salaf yang menolak kelompok bid’ah dan ahli khurafat.
[Sumber : DR Shalih bin Fauzan Al-Fauzan dan Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani]
Mengapa Harus Bermanhaj Salaf
Orang-orang yang hidup pada zaman Nabi adalah generasi terbaik dari umat ini. Mereka telah mendapat pujian langsung dari Allah dan Rasul-Nya sebagai sebaik-baik manusia. Mereka adalah orang-orang yang paling paham agama dan paling baik amalannya sehingga kepada merekalah kita harus merujuk.
Manhaj Salaf, bila ditinjau dari sisi kalimat merupakan gabungan dari dua kata; manhaj () dan salaf (). Manhaj () dalam bahasa Arab sama dengan minhaj (), yang bermakna: Sebuah jalan yang terang lagi mudah. (Tafsir Ibnu Katsir 2/63, Al Mu’jamul Wasith 2/957).
Sedangkan salaf (), menurut etimologi bahasa Arab bermakna: Siapa saja yang telah mendahuluimu dari nenek moyang dan karib kerabat, yang mereka itu di atasmu dalam hal usia dan keutamaan. (Lisanul Arab, karya Ibnu Mandhur 7/234). Dan dalam terminologi syariat bermakna: Para imam terdahulu yang hidup pada tiga abad pertama Islam, dari para shahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, tabi’in (murid-murid shahabat) dan tabi’ut tabi’in (murid-murid tabi’in). (Lihat Manhajul Imam As Syafi’i fii Itsbatil ‘Aqidah, karya Asy Syaikh Dr. Muhammad bin Abdul Wahhab Al ‘Aqil, 1/55).
Berdasarkan definisi di atas, maka manhaj salaf () adalah: Suatu istilah untuk sebuah jalan yang terang lagi mudah, yang telah ditempuh oleh para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, tabi’in dan tabi’ut tabi’in di dalam memahami dienul Islam yang dibawa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Seorang yang mengikuti manhaj salaf ini disebut dengan Salafi atau As Salafi, jamaknya Salafiyyun atau As Salafiyyun. Al Imam Adz Dzahabi berkata: “As Salafi adalah sebutan bagi siapa saja yang berada di atas manhaj salaf.” (Siyar A’lamin Nubala 6/21).
Orang-orang yang mengikuti manhaj salaf (Salafiyyun) biasa disebut dengan Ahlus Sunnah wal Jamaah dikarenakan berpegang teguh dengan Al Quran dan As Sunnah dan bersatu di atasnya. Disebut pula dengan Ahlul Hadits wal Atsar dikarenakan berpegang teguh dengan hadits dan atsar di saat orang-orang banyak mengedepankan akal. Disebut juga Al Firqatun Najiyyah, yaitu golongan yang Allah selamatkan dari neraka (sebagaimana yang akan disebutkan dalam hadits Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash), disebut juga Ath Thaifah Al Manshurah, kelompok yang senantiasa ditolong dan dimenangkan oleh Allah (sebagaimana yang akan disebutkan dalam hadits Tsauban). (Untuk lebih rincinya lihat kitab Ahlul Hadits Humuth Thaifatul Manshurah An Najiyyah, karya Asy Syaikh Dr. Rabi’ bin Hadi Al Madkhali).
Manhaj salaf dan Salafiyyun tidaklah dibatasi (terkungkung) oleh organisasi tertentu, daerah tertentu, pemimpin tertentu, partai tertentu, dan sebagainya. Bahkan manhaj salaf mengajarkan kepada kita bahwa ikatan persaudaraan itu dibangun di atas Al Quran dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dengan pemahaman Salafush Shalih. Siapa pun yang berpegang teguh dengannya maka ia saudara kita, walaupun berada di belahan bumi yang lain. Suatu ikatan suci yang dihubungkan oleh ikatan manhaj salaf, manhaj yang ditempuh oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan para sahabatnya.
Manhaj salaf merupakan manhaj yang harus diikuti dan dipegang erat-erat oleh setiap muslim di dalam memahami agamanya. Mengapa? Karena demikianlah yang dijelaskan oleh Allah di dalam Al Quran dan demikian pula yang dijelaskan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam di dalam Sunnahnya. Sedang kan Allah telah berwasiat kepada kita:
“Kemudian jika kalian berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan Hari Kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagi kalian) dan lebih baik akibatnya.” (An Nisa’: 59)
Adapun ayat-ayat Al Quran yang menjelaskan agar kita benar-benar mengikuti manhaj salaf adalah sebagai berikut:
1. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :
“Tunjukilah kami jalan yang lurus. Jalannya orang-orang yang telah Engkau beri nikmat.” (Al Fatihah: 6-7)
Al Imam Ibnul Qayyim berkata:
“Mereka adalah orang-orang yang mengetahui kebenaran dan berusaha untuk mengikutinya…, maka setiap orang yang lebih mengetahui kebenaran serta lebih konsisten dalam mengikutinya, tentu ia lebih berhak untuk berada di atas jalan yang lurus. Dan tidak diragukan lagi bahwa para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, mereka adalah orang-orang yang lebih berhak untuk menyandang sifat (gelar) ini daripada orang-orang Rafidhah.” (Madaarijus Saalikin, 1/72).
Penjelasan Al Imam Ibnul Qayyim tentang ayat di atas menunjukkan bahwa para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, yang mereka itu adalah Salafush Shalih, merupakan orang-orang yang lebih berhak menyandang gelar “orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah” dan “orang-orang yang berada di atas jalan yang lurus”, dikarenakan betapa dalamnya pengetahuan mereka tentang kebenaran dan betapa konsistennya mereka dalam mengikutinya.
Gelar ini menunjukkan bahwa manhaj yang mereka tempuh dalam memahami dienul Islam ini adalah manhaj yang benar dan di atas jalan yang lurus, sehingga orang-orang yang berusaha mengikuti manhaj dan jejak mereka, berarti telah menempuh manhaj yang benar, dan berada di atas jalan yang lurus pula.
2. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
“Dan barangsiapa menentang Rasul setelah jelas baginya kebenaran, dan mengikuti selain jalannya orang-orang mukmin, kami biarkan ia leluasa bergelimang dalam kesesatan dan kami masukkan ia ke dalam Jahannam,, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (An Nisa’: 115)
Al Imam Ibnu Abi Jamrah Al Andalusi berkata:
“Para ulama telah menjelaskan tentang makna firman Allah (di atas): ‘Sesungguhnya yang dimaksud dengan orang-orang mukmin di sini adalah para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan generasi pertama dari umat ini, karena mereka merupakan orang-orang yang menyambut syariat ini dengan jiwa yang bersih. Mereka telah menanyakan segala apa yang tidak dipahami (darinya) dengan sebaik-baik pertanyaan, dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pun telah menjawabnya dengan jawaban terbaik. Beliau terangkan dengan keterangan yang sempurna. Dan mereka pun mendengarkan (jawaban dan keterangan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tersebut), memahaminya, mengamalkannya dengan sebaik-baiknya, menghafalkannya, dan menyampaikannya dengan penuh kejujuran. Mereka benar-benar mempunyai keutamaan yang agung atas kita. Yang mana melalui merekalah hubungan kita bisa tersambungkan dengan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, juga dengan Allah Subhanahu wa Ta'ala.’” (Al Marqat fii Nahjissalaf Sabilun Najah hal. 36-37)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Dan sungguh keduanya (menentang Rasul dan mengikuti selain jalannya orang-orang mukmin –red) adalah saling terkait, maka siapa saja yang menentang Rasul sesudah jelas baginya kebenaran, pasti ia telah mengikuti selain jalan orang-orang mukmin. Dan siapa saja yang mengikuti selain jalan orang-orang mukmin maka ia telah menentang Rasul sesudah jelas baginya kebenaran.” (Majmu’ Fatawa, 7/38).
Setelah kita mengetahui bahwa orang-orang mukmin dalam ayat ini adalah para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam (As Salaf), dan juga keterkaitan yang erat antara menentang Rasul dengan mengikuti selain jalannya orang-orang mukmin, maka dapatlah disimpulkan bahwa mau tidak mau kita harus mengikuti “manhaj salaf”, jalannya para sahabat.
Sebab bila kita menempuh selain jalan mereka di dalam memahami dienul Islam ini, berarti kita telah menentang Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan akibatnya sungguh mengerikan… akan dibiarkan leluasa bergelimang dalam kesesatan… dan kesudahannya masuk ke dalam neraka Jahannam, seburuk-buruk tempat kembali… na’udzu billahi min dzaalik.
3. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
“Dan orang-orang yang terdahulu lagi pertama-tama (masuk Islam) dari kalangan Muhajirin dan Anshar, serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah, dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai, mereka kekal abadi di dalamnya. Itulah kesuksesan yang agung.” (At-Taubah: 100).
Dalam ayat ini Allah Subhanahu Wa Ta’ala tidak mengkhususkan ridha dan jaminan jannah (surga)-Nya untuk para sahabat Muhajirin dan Anshar (As Salaf) semata, akan tetapi orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik pun mendapatkan ridha Allah dan jaminan surga seperti mereka.
Al Hafidh Ibnu Katsir berkata:
“Allah Subhanahu Wa Ta’ala mengkhabarkan tentang keridhaan-Nya kepada orang-orang yang terdahulu dari kalangan Muhajirin dan Anshar, serta orang-orang yang mengikuti jejak mereka dengan baik, dan ia juga mengkhabarkan tentang ketulusan ridha mereka kepada Allah, serta apa yang telah Ia sediakan untuk mereka dari jannah-jannah (surga-surga) yang penuh dengan kenikmatan, dan kenikmatan yang abadi.” (Tafsir Ibnu Katsir, 2/367).
Ini menunjukkan bahwa mengikuti manhaj salaf akan mengantarkan kepada ridha Allah dan jannah Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Adapun hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam adalah sebagai berikut:
1. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
“Sesungguhnya barang siapa di antara kalian yang hidup sepeninggalku nanti maka ia akan melihat perselisihan yang banyak. Oleh karena itu wajib bagi kalian untuk berpegang teguh dengan sunnahku, dan sunnah Al Khulafa’ Ar Rasyidin yang terbimbing, berpeganglah erat-erat dengannya dan gigitlah ia dengan gigi-gigi geraham…” (Shahih, HR Abu Dawud, At Tirmidzi, Ad Darimi, Ibnu Majah dan lainnya dari sahabat Al ‘Irbadh bin Sariyah. Lihat Irwa’ul Ghalil, hadits no. 2455).
Dalam hadits ini dengan tegas dinyatakan bahwa kita akan menyaksikan perselisihan yang begitu banyak di dalam memahami dienul Islam, dan jalan satu-satunya yang mengantarkan kepada keselamatan ialah dengan mengikuti sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan sunnah Al Khulafa’ Ar Rasyidin (Salafush Shalih). Bahkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam memerintahkan agar kita senantiasa berpegang teguh dengannya.
Al Imam Asy Syathibi berkata:
“Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam -sebagaimana yang engkau saksikan- telah mengiringkan sunnah Al Khulafa’ Ar Rasyidin dengan sunnah beliau, dan bahwasanya di antara konsekuensi mengikuti sunnah beliau adalah mengikuti sunnah mereka…, yang demikian itu dikarenakan apa yang mereka sunnahkan benar-benar mengikuti sunnah nabi mereka Shallallahu 'alaihi wa sallam atau mengikuti apa yang mereka pahami dari sunnah beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, baik secara global maupun secara rinci, yang tidak diketahui oleh selain mereka.”(Al I’tisham, 1/118).
2. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda :
“Terus menerus ada sekelompok kecil dari umatku yang senantiasa tampil di atas kebenaran. Tidak akan memudharatkan mereka orang-orang yang menghinakan mereka, sampai datang keputusan Allah dan mereka dalam keadaan seperti itu.” (Shahih, HR Al Bukhari dan Muslim, lafadz hadits ini adalah lafadz Muslim dari sahabat Tsauban, hadits no. 1920).
Al Imam Ahmad bin Hanbal berkata (tentang tafsir hadits di atas):
“Kalau bukan Ahlul Hadits, maka aku tidak tahu siapa mereka?!” (Syaraf Ashhabil Hadits, karya Al Khatib Al Baghdadi, hal. 36).
Al Imam Ibnul Mubarak, Al Imam Al Bukhari, Al Imam Ahmad bin Sinan Al Muhaddits, semuanya berkata tentang tafsir hadits ini: “Mereka adalah Ahlul Hadits.” (Syaraf Ashhabil Hadits, hal. 26, 37).
Asy Syaikh Ahmad bin Muhammad Ad Dahlawi Al Madani berkata:
“Hadits ini merupakan tanda dari tanda-tanda kenabian (Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam), di dalamnya beliau telah menyebutkan tentang keutamaan sekelompok kecil yang senantiasa tampil di atas kebenaran, dan setiap masa dari jaman ini tidak akan lengang dari mereka. Beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mendoakan mereka dan doa itupun terkabul. Maka Allah ‘Azza Wa Jalla menjadikan pada tiap masa dan jaman, sekelompok dari umat ini yang memperjuangkan kebenaran, tampil di atasnya dan menerangkannya kepada umat manusia dengan sebenar-benarnya keterangan. Sekelompok kecil ini secara yakin adalah Ahlul Hadits insya Allah, sebagaimana yang telah disaksikan oleh sejumlah ulama yang tangguh, baik terdahulu ataupun di masa kini.” (Tarikh Ahlil Hadits, hal 131).
Ahlul Hadits adalah nama lain dari orang-orang yang mengikuti manhaj salaf. Atas dasar itulah, siapa saja yang ingin menjadi bagian dari “sekelompok kecil” yang disebutkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dalam hadits di atas, maka ia harus mengikuti manhaj salaf.
3. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
“…. Umatku akan terpecah belah menjadi 73 golongan, semuanya masuk ke dalam neraka, kecuali satu golongan. Beliau ditanya: ‘Siapa dia wahai Rasulullah?’. Beliau menjawab: (golongan) yang berada di atas apa yang aku dan para sahabatku berada.” (Hasan, riwayat At Tirmidzi dalam Sunannya, Kitabul Iman, Bab Iftiraqu Hadzihil Ummah, dari sahabat Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash).
Asy Syaikh Ahmad bin Muhammad Ad Dahlawi Al Madani berkata:
“Hadits ini sebagai nash (dalil–red) bagi apa yang diperselisihkan, karena ia dengan tegas menjelaskan tentang tiga perkara:
- Pertama, bahwa umat Islam sepeninggal beliau akan berselisih dan menjadi golongan-golongan yang berbeda pemahaman dan pendapat di dalam memahami agama. Semuanya masuk ke dalam neraka, dikarenakan mereka masih terus berselisih dalam masalah-masalah agama setelah datangnya penjelasan dari Rabb Semesta Alam.
- Kedua, kecuali satu golongan yang Allah selamatkan, dikarenakan mereka berpegang teguh dengan Al Quran dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan mengamalkan keduanya tanpa adanya takwil dan penyimpangan.
- Ketiga, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam telah menentukan golongan yang selamat dari sekian banyak golongan itu. Ia hanya satu dan mempunyai sifat yang khusus, sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam sendiri (dalam hadits tersebut) yang tidak lagi membutuhkan takwil dan tafsir. (Tarikh Ahlil Hadits hal 78-79).
Tentunya, golongan yang ditentukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam itu adalah yang mengikuti manhaj salaf, karena mereka di dalam memahami dienul Islam ini menempuh suatu jalan yang Rasulullah dan para sahabatnya berada di atasnya.
Berdasarkan beberapa ayat dan hadits di atas, dapatlah diambil suatu kesimpulan, bahwa manhaj salaf merupakan satu-satunya manhaj yang harus diikuti di dalam memahami dienul Islam ini, karena:
1. Manhaj salaf adalah manhaj yang benar dan berada di atas jalan yang lurus.
2. Mengikuti selain manhaj salaf berarti menentang Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, yang berakibat akan diberi keleluasaan untuk bergelimang di dalam kesesatan dan tempat kembalinya adalah Jahannam.
3. Orang-orang yang mengikuti manhaj salaf dengan sebaik-baiknya, pasti mendapat ridha dari Allah dan tempat kembalinya adalah surga yang penuh dengan kenikmatan, kekal abadi di dalamnya.
4. Manhaj salaf adalah manhaj yang harus dipegang erat-erat, tatkala bermunculan pemahaman-pemahaman dan pendapat-pendapat di dalam memahami dienul Islam, sebagaimana yang diwasiatkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
5. Orang-orang yang mengikuti manhaj salaf, mereka adalah sekelompok dari umat ini yang senantiasa tampil di atas kebenaran, dan senantiasa mendapatkan pertolongan dan kemenangan dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
6. Orang-orang yang mengikuti manhaj salaf, mereka adalah golongan yang selamat dikarenakan mereka berada di atas jalan yang ditempuh oleh Rasulullah dan para sahabatnya.
Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika:
1. Al Imam Abdurrahman bin ‘Amr Al Auza’i berkata:
“Wajib bagimu untuk mengikuti jejak salaf walaupun orang-orang menolakmu, dan hati-hatilah dari pemahaman/pendapat tokoh-tokoh itu walaupun mereka mengemasnya untukmu dengan kata-kata (yang indah).” (Asy Syari’ah, karya Al Imam Al Ajurri, hal. 63).
2. Al Imam Abu Hanifah An Nu’man bin Tsabit berkata:
“Wajib bagimu untuk mengikuti atsar dan jalan yang ditempuh oleh salaf, dan hati-hatilah dari segala yang diada-adakan dalam agama, karena ia adalah bid’ah.” (Shaunul Manthiq, karya As Suyuthi, hal. 322, saya nukil melalui kitab Al Marqat fii Nahjis Salaf Sabilun Najah, hal. 54).
3. Al Imam Abul Mudhaffar As Sam’ani berkata:
“Syi’ar Ahlus Sunnah adalah mengikuti manhaj salafush shalih dan meninggalkan segala yang diada-adakan (dalam agama).” (Al Intishaar li Ahlil Hadits, karya Muhammad bin Umar Bazmul hal. 88).
4. Al Imam Qawaamus Sunnah Al Ashbahani berkata:
“Barangsiapa menyelisihi sahabat dan tabi’in (salaf) maka ia sesat, walaupun banyak ilmunya.” (Al Hujjah fii Bayaanil Mahajjah, 2/437-438, saya nukil melalui kitab Al Intishaar li Ahlil Hadits, hal. 88)
5. Al-Imam As Syathibi berkata:
“Segala apa yang menyelisihi manhaj salaf, maka ia adalah kesesatan.” (Al Muwafaqaat, 3/284), saya nukil melalui Al Marqat fii Nahjis Salaf Sabilun Najah, hal. 57).
6. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata:
“Tidak tercela bagi siapa saja yang menampakkan manhaj salaf, berintisab dan bersandar kepadanya, bahkan yang demikian itu disepakati wajib diterima, karena manhaj salaf pasti benar.” (Majmu’ Fatawa, 4/149).
Beliau juga berkata: “Bahkan syi’ar Ahlul Bid’ah adalah meninggalkan manhaj salaf.” (Majmu’ Fatawa, 4/155).
Saya menginginkan orang yang berjalan di atas manhaj salaf dengan ilmu, dan ini syaratnya :
"Artinya : Katakanlah : Inilah (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik" [Yusuf : 108]
Untuk mengetahui bahwa penunjukkan dan pecahan kata ini mengalahkan ikatan fanatisme kelompok yang merusak dan melampui lorong sempit kerahasiaan karena dia itu sangat jelas seperti jelasnya matahari di siang hari.
"Artinya : Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang salih dan berkata : 'Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri" [Fush shilat : 33]
Kata salaf secara bahasa bermakna orang yang telah terdahulu dalam ilmu, iman, keutamaan dan kebaikan.
Berkata Ibnul Mandzur (Lisanul Arab 9/159) : Salaf juga berarti orang-orang yang mendahului kamu dari nenek moyang, orang-orang yang memiliki hubungan kekerabatan denganmu dan memiliki umur lebih serta keutamaan yang lebih banyak. Oleh karena itu, generasi pertama dari Tabi'in dinamakan As-Salafush Shalih.
Saya berkata : Dan dengan makna ini adalah perkataan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam kepada putrinya Fathimah Radhiyallahu 'anha.
"Artinya : Sesungguhnya sebaik-baik pendahulu (salaf) bagimu adalah aku"
[Hadits Shahih Riwayat Muslim No. 2450]
Dan diriwayatkan dari beliau Shallallahu 'alihi wa sallam bahwa beliau berkata kepada putri beliau Zainab Radhiyallahu 'anha ketika dia meninggal.
"Artinya : Susullah salaf shalih (pendahulu kita yang sholeh) kita Utsman bin Madz'un" [Hadits Shahih Riwayat Ahmad 1/237-238 dan Ibnu Saad dalam Thobaqaat 8/37 dan di shahihkan oleh Ahmad Syakir dalam Syarah Musnad No. 3103, akan tetapi dimasukkan oleh Al-Albani dalam Silsilah Dhoifh No. 1715]
Adapun secara istilah, maka dia adalah sifat pasti yang khusus untuk para sahabat ketika dimutlakkan dan yang selain mereka diikutsertakan karena mengikuti mereka.
Al-Qalsyaany berkata dalam Tahrirul Maqaalah min Syarhir Risalah (q 36) : As-Salaf Ash-Shalih adalah generasi pertama yang mendalam ilmunya lagi mengikuti petunjuk Rasulullah dan menjaga sunnahnya. Allah Subhanahu wa Ta'ala telah memilih mereka untuk menegakkan agamaNya dan meridhoi mereka sebagai imam-imam umat. Mereka telah benar-benar berjihad di jalan Allah Subhanahu wa Ta'ala dan menghabiskan umurnya untuk memberikan nasihat dan manfaat kepada umat, serta mengorbankan dirinya untuk mencari keridhoan-Nya.
Sungguh Allah Subhanahu wa Ta'ala telah memuji mereka dalam kitabNya dengan firmanNya.
"Artinya : Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka" [Al-Fath : 29]
Dan firman Allah.
"Artinya : (Juga) bagi para fuqara yang berhijrah yang diusir dari kampung halaman dan dari harta benda mereka (karena) mencari karunia dari Allah dan keridhaan(Nya) dan mereka menolong Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang benar" [Al-Hasr : 8]
Di dalam ayat ini, Allah Subhanahu wa Ta'ala menyebut kaum muhajirin dan Anshor kemudian memuji itiba' (sikap ikut) kepada mereka dan meridhoi hal tersebut demikian juga orang yang menyusul setelah mereka dan Allah Subahanahu wa Ta'ala mengancam dengan adzab orang yang menyelisihi mereka dan mengikuti jalan selain jalan mereka, maka Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.
"Artinya : Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu'min. Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia kedalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruknya tempat kembali" [An-Nisa' : 115]
Maka merupakan suatu kewajiban mengikuti mereka pada hal-hal yang telah mereka nukilkan dan mencontoh jejak mereka pada hal-hal yang telah mereka amalkan serta memohonkan ampunan bagi mereka, Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.
"Artinya : Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar) mereka berkata : "Ya Rabb kami, beri ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman Ya Rabb kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang" [Al-Hasr : 10]
Istilah ini pun diakui oleh orang-orang terdahulu dan mutaakhirin dari ahli kalam.
Al-Ghazaali berkata dalam kitab Iljaamul Awaam an Ilmil Kalaam hal 62 ketika mendefnisikan kata As-Salaf : Saya maksudkan adalah madzhab sahabat dan tabiin.
Al-Bajuuri berkata dalam kitab Syarah Jauharuttauhid hal. 111 : Yang dimaksud dengan salaf adalah orang-orang yang terdahulu yaitu para Nabi, sahabat, tabi'in dan tabiit-tabiin.
Istilah inipun telah dipakai oleh para ulama pada generasi-generasi yang utama untuk menunjukkan masa shohabat dan manhaj mereka, diantaranya :
[1]. Berkata Imam Bukhari (6/66 Fathul Bariy) : Rasyid bin Sa'ad berkata : Dulu para salaf menyukai kuda jantan, karena dia lebih cepat dan lebih kuat.
Al-Hafidz Ibnu Hajar menafsirkan perkataan Rasyid ini dengan mengatakan : Yaitu dari para sahabat dan orang setelah mereka.
Saya berkata : Yang dimaksud adalah shahabat karena Rasyid bin Saad adalah seorang Tabi'in maka sudah tentu yang dimaksud di sini adalah shahabat.
[2]. Berkata Imam Bukhari (9/552 Fathul Bariy) : Bab As-Salaf tidak pernah menyimpan di rumah atau di perjalanan mereka makanan daging dan yang lainnya.
Saya berkata ; Yang dimaksud adalah shahabat.
[3]. Imam Bukhari berkata (1/342 Fathul Bariy) : Dan Az-Zuhri berkata tentang tulang-tulang bangkai seperti gajah dan yang sejenisnya : Saya menjumpai orang-orang dari kalangan ulama Salaf bersisir dan berminyak dengannya dan mereka tidak mempersoalkan hal itu.
Saya berkata : Yang dimaksud adalah sahabat karena Az-Zuhri adalah seorang tabiin.
[4]. Imam Muslim telah mengeluarkan dalam Muqadimah shahihnya hal.16 dari jalan periwayatan Muhammad bin Abdillah, beliau berkata aku telah mendengar Ali bin Syaqiiq berkata ; Saya telah mendengar Abdullah bin Almubarak berkata - di hadapan manusia banyak- : Tinggalkanlah hadits Amru bin Tsaabit, karena dia mencela salaf.
Saya berkata : Yang dimaksud adalah sahabat.
[5]. Al-Uza'iy berkata : Bersabarlah dirimu di atas sunnah, tetaplah berdiri di tempat kaum tersebut berdiri, katakanlah sebagaimana yang mereka katakan, tinggalkanlah apa yang mereka tinggalkan dan tempuhlah jalannya As-Salaf Ash-Shalih, karena akan mencukupi kamu apa saja yang mencukupi mereka [Dikeluarkan oleh Al-Aajury dalam As-Syari'at hal.57]
Saya berkata : Yang dimaksud adalah sahabat. Oleh karena itu, kata As-Salaf telah mengambil makna istilah ini dan tidak lebih dari itu. Adapun dari sisi periodisasi (perkembangan zaman), maka dia dipergunakan untuk menunjukkan generasi terbaik dan yang paling benar untuk dicontoh dan diikuti, yaitu tiga generasi pertama yang telah dipersaksikan dari lisan sebaik-baiknya manusia Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa mereka memiliki keutamaan dengan sabdanya.
"Artinya : Sebaik-baik manusia adalah generasiku, kemudian generasi sesudahnya kemudian generasi sesudahnya lagi kemudian datang kaum yang syahadahnya salah seorang dari mereka mendahului sumpahnya dan sumpahnya mendahului syahadahnya" [Dan dia adalah hadits Mutawatir akan datang Takhrijnya]
Akan tetapi periodisasi ini kurang sempurna untuk membatasi pengertian salaf ketika kita lihat banyak dari kelompok-kelompok sesat telah muncul pada zaman-zaman tersebut, oleh karena itu keberadaan seseorang pada zaman tersebut tidaklah cukup untuk menghukum keberadaannnya di atas manhaj salaf kalau tidak sesuai dengan para sahabat dalam memahami Al-Kitab dan As-Sunnah. Oleh karena itu para Ulama mengkaitkan istilah ini dengan As-Salaf Ash-Shalih.
Dengan ini jelaslah bahwa istilah Salaf ketika dipakai tidaklah melihat kepada dahulunya zaman akan tetapi melihat kepada para sahabat Nabi dan yang mengikuti mereka dengan baik. Dan diatas tinjauan inilah dipakai istilah salaf yaitu dipakai untuk orang yang menjaga keselamatan aqidah dan manhaj di atas pemahaman Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabatnya Radhiyallahu a'nhuma sebelum terjadinya perselisihan dan perpecahan.
Adapun nisbat Salafiyah adalah nisbat kepada Salaf dan ini adalah penisbatan terpuji kepada manhaj yang benar dan bukanlah madzhab baru yang dibuat-buat.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata dalam Majmu' Fatawa 4/149 : Tidak ada celanya atas orang yang menampakkan manhaj Salaf, menisbatkan kepadanya dan bangga dengannya, bahkan pernyataan itu wajib diterima menurut kesepakatan Ulama, karena madzhab Salaf tidak lain adalah kebenaran itu sendiri.
Sebagian orang dari orang yang mengerti akan tetapi berpaling ketika menyebut Salafiyah, mereka terkadang menyangka bahwa Salafiyah adalah perkembangan baru dari Jama'ah Islamiyah yang baru yang melepaskan diri dari lingkungan Jama'ah Islam yang satu dengan mengambil untuk dirinya satu pengertian yang khusus dari makna nama ini saja sehingga berbeda dengan kaum muslimin yang lainnya dalam masalah hukum, kecenderungan-kecenderungan bahkan dalam tabia'at dan norma-norma etika (akhlak).[1]
Tidaklah demikian itu ada dalam manhaj salafi, karena salafiyah adalah Islam yang murni (bersih) secara sempurna dan menyeluruh baik kitab maupun sunnah dari pengaruh-pengaruh endapan peradaban lama dan warisan kelompok-kelompok sesat yang beraneka ragam sesuai dengan pemahaman Salaf yang telah dipuji oleh nash-nash al-Kitab dan As-Sunnah.
Prasangka itu hanyalah rekaan prasangka salah dari suatu kaum yang tidak menyukai kata yang baik dan penuh barokah ini, yang asal kata ini memiliki hubungan erat dengan sejarah umat Islam sampai bertemu generasi awal, sehingga mereka menganggap bahwa kata ini dilahirkan dari gerakan pembaharuan yang dikembangkan oleh Jamaluddin Al-Afghaniy dan Muhammad Abduh pada masa penjajahan Inggris di Mesir.[2]
Orang yang menyatakan persangkaan ini atau yang menukilkannya tidak mengetahui sejarah kata ini yang bersambung dengan As-Salaf Ash-Shalih secara makna, pecahan kata dan periodisasi. Padahal para ulama terdahulu telah mensifatkan setiap orang yang mengikuti pemahaman para sahabat dalam aqidah dan manhaj dengan Salafi. Seperti ahli sejarah Islam Al-Imam Adz-Dzahaabiy dalam Siyar 'Alam an-Nubala 16/457 menukil perkataan Ad-Daroquthniy : Tidak ada sesuatu yang paling aku benci melebihi ilmu kalam. Kemudian Adz-Dzahaabiy berkata : Dia tidak masuk sama sekali ke dalam ilmu kalam dan jidal (ilmu debat) dan tidak pula mendalami hal itu, bahkan di adalah seorang Salafi.
_________
Catatan Kaki
[1] Lihatlah tulisan Dr. Al-Buthiy dalam kitabnya As-Salafiyah Marhalatun Zamaniyatun Mubarokatun La Madzhabun Islamiyatun, kitab ini lahiriyahnya rahmat tetapimsebaliknya merupakan adzab.
[a] Dia berusaha mencela As-Salaf dalam manhaj ilmiyah mereka dalam talaqiy, pengambilan dalil (istidlal) dan penetapan hukum (istimbath), dengan demikian dia telah menjadikan mereka seperti orang-orang ummiy yang tidak mengerti Al-Kitab kecuali hanya dengan angan-angan.
[b] Dia telah menjadikan manhaj Salaf (As-Salafiyah) fase sejarah yang telah lalu dan hiloang tidak akan kembali ada kecuali kenangan dan angan-angan.
[c] Mengklaim bid'ahnya intisab (penisbatan) kepada salaf, maka dia telah mengingkari satu perkara yang sudah dikenal dan tersebar sepanjang zaman secara turun temurun.
[d] Dia berputar seputar manhaj Salaf dalam rangka membenarkan madzhab khalaf dimana akhirnya dia menetapkan bahwa manhaj khalaf adalah penjaga dari kesesatan hawa nafsu dan menyembunyikan kenyataan-kenyataan sejarah yang membuktikan bahwa manhaj khalaf telah mengantar kepada kerusakan peribadi muslim dan pelecehan manhaj Islam.
[2] Dakwaan-dakwaan ini memiliki beberapa kesalahan :
[a] Gerakan yang dipelopori oleh Jamaludin Al-Afghaniy dan Muhammad Abduh bukanlah salafiyah akan tetapi dia adalah gerakan aqliyah kholafiyah dimana mereka menjadikan akal sebagai penentu daripada naql (nash-nash Al-Kitab dan As-Sunnah).
[b] Telah muncul penelitian yang banyak seputar hakikat Al-Afghaniy dan pendorong gerakannya yang memberikan syubhat (keraguan) yang banyak seputar sosok ini yang membuat orang yang memperhatikan sejarahnya untuk was-was dan berhati-hati darinya.
[c] Bukti-bukti sejarah telah menegaskan keterlibatan Muhammad Abduh pada gerakan Al-Masuniyah dan dia dianggap tertipu oleh propagandanya dan tidak mengerti hakikat gerakan Masoni tersebut.
[d] Pengkaitan As-Salafiyah dengan gerakan Al-Afghaniy dan Muhammad Abduh adalah tuduhan jelek terhadapnya walaupun secara tersembunyi dari apa yang telah dituduhkan mereka kepadanya dari keterikatan dan motivasi yang tidak jelas.
Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala senantiasa membimbing kita untuk mengikuti manhaj salaf di dalam memahami dienul Islam ini, mengamalkannya dan berteguh diri di atasnya, sehingga bertemu dengan-Nya dalam keadaan husnul khatimah. Amin yaa Rabbal ‘Alamin. Wallahu a’lamu bish shawaab.
Sumber :
Al Ustadz Ruwaifi’ bin Sulaimi Al Atsari
Kitab Limadza Ikhtartu Al-Manhaj As-Salafy, Syaikh Abu Usamah Salim bin 'Ied Al-Hilaly]
KELUARGA BESAR SALAFUSH SHOLIH (WAHABI, SALAFY, SALAF, SALAFIYUN, AL-FIRQOTUN NAJIYAH, AT-THOIFAH AL-MANSHURAH, AHLU SUNNAH WAL JAMAAH)
Islam Kaffah
http://www.facebook.com/islam.kaffah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar