Selasa, 22 Maret 2011

Kupas Tuntas Hukum Ucapan "Selamat Natal" dan Merayakan Tahun Baru

Ucapan Selamat Natal


بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ


Pertanyaan:
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Tentang hukum mengucapkan selamat natal kepada orang kafir. Dan bagaimana kita menjawab orang yang mengucapkan natal kepada kita? Apakah boleh mendatangi tempat-tempat yang menyelenggarakan perayaan ini? Apakah seseorang berdosa jika melakukan salah satu hal tadi tanpa disengaja? Baik itu sekedar basa-basi atau karena malu atau karena terpaksa atau karena hal lainnya? Apakah boleh menyerupai mereka dalam hal ini?

Jawaban:

"Mengucapkan selamat kepada orang-orang kafir dengan ucapan selamat natal atau ucapan-ucapan lainnya yang berkaitan dengan perayaan agama mereka hukumnya haram, hukum ini telah disepakati. Sebagaimana kutipan dari Ibnul Qayyim dalam bukunya Ahkam Ahl Adz-Dzimmah, yang mana beliau menyebutkan, Adapun ucapan selamat terhadap simbol-simbol kekufuran secara khusus, disepakati hukumnya haram. misalnya, mengucapkan selamat atas hari raya atau puasa mereka dengan mengatakan, 'Hari yang diberkahi bagimu' atau 'Selamat merayakan hari raya ini' dan sebagainya. Yang demikian ini, kendati si pengucapnya terlepas dari kekufuran, tapi perbuatan ini termasuk yang diharamkan, yaitu setara dengan ucapan selamat atas sujudnya terhadap salib, bahkan dosanya lebih besar di sisi Allah dan kemurkaan Allah lebih besar daripada ucapan selamat terhadap peminum khamr, pembunuh, pezina atau lainnya, karena banyak orang yang tidak mantap agamanya terjerumus dalam hal ini dan tidak mengetahui keburukan perbuatannya. Barangsiapa mengucapkan selamat kepada seorang hamba karena kemaksiatan, bid'ah atau kekufuran, berarti ia telah mengundang kemurkaan dan kemarahan Allah.' Demikian ungkapan beliau.
Haramnya mengucapkan selamat kepada kaum kuffar sehubungan dengan hari raya agama mereka, sebagaimana dipaparkan oleh Ibnul Qayyim, karena dalam hal ini terkandung pengakuan terhadap simbol-simbol kekufuran dan rela terhadap hal itu pada mereka walaupun tidak rela hal itu pada dirinya sendiri. Kendati demikian, seorang muslim diharamkan untuk rela terhadap simbol-simbol kekufuran atau mengucapkan selamat terhadap simbol-simbol tersebut atau lainnya, karena Allah سبحانه و تعالى tidak meridhainya, sebagaimana firmanNya:
إِن تَكْفُرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنكُمْ وَلَا يَرْضَى لِعِبَادِهِ الْكُفْرَ وَإِن تَشْكُرُوا يَرْضَهُ لَكُمْ
"Jika kamu kafir maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman)mu dan Dia tidak meridhai kekafiran bagi hambaNya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu kesyukuranmu itu." [QS. Az-Zumar: 7]
Dalam ayat lain disebutkan:
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ اْلإِسْلاَمَ دِينًا
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Kucukupkan kepadamu nikmatKu, dan telah Kuridhai Islam itu jadi agamamu " [QS. Al-Ma'idah : 3]
Maka, mengucapkan selamat kepada mereka hukumnya haram, baik itu ikut serta dalam pelaksanaannya maupun tidak.
Jika mereka mengucapkan selamat hari raya mereka kepada kita, hendaknya kita tidak menjawabnya, karena itu bukan hari raya kita, bahkan hari raya itu tidak diridhai Allah <span>سبحانه و تعالى</span>, baik itu merupakan bid'ah atau memang ditetapkan dalam agama mereka. Namun sesungguhnya itu telah dihapus dengan datangnya agama Islam, yaitu ketika Allah mengutus Muhammad صلی الله عليه وسلم untuk semua makhluk, Allah telah berfirman:
وَمَن يَبْتَغِ غَيْرَ الإِسْلاَمِ دِيناً فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
"Barangsiapa mencari agama selain dari agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia diakhirat termasuk orang-orang yang rugi. " [QS. Ali Imran : 85]
Haram hukumnya seorang muslim membalas ucapan selamat dari mereka, karena ini lebih besar dari mengucapkan selamat kepada mereka, karena berarti ikut serta dalam perayaan mereka.
Juga diharamkan bagi kaum muslimin untuk menyamai kaum kuffar dengan mengadakan pesta-pesta dalam perayaan tersebut atau saling bertukar hadiah, membagikan gula-gula, piring berisi makanan, meliburkan kerja dan sebagainya, hal ini berdasarkan sabda Nabi صلی الله عليه وسلم:
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka.”
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam bukunya Iqtidha' ash-Shirath al-Mustaqim Mukhalafah Ashab al-Jahim menyebutkan, "Menyerupai mereka dalam sebagian hari raya mereka menyebabkan kesenangan pada hati mereka, padahal yang sebenarnya mereka dalam kebatilan, bahkan bisa jadi memberi makan pada mereka dalam kesempatan itu dan menaklukan kaum lemah." Demikian ucapan beliau.
Barangsiapa melakukan di antara hal-hal tadi, maka ia berdosa, baik ia melakukannya sekedar basa-basi atau karena mencintai, karena malu atau sebab lainnya, karena ini merupakan penyepelean terhadap agama Allah dan bisa menyebabkan kuatnya jiwa kaum kuffar dan berbangganya mereka dengan agama mereka.
Hanya kepada Allah-lah kita memohon agar memuliakan kaum muslimin dengan agama mereka, menganugerahi mereka keteguhan dan memenangkan mereka terhadap para musuh. Sesungguhnya Allah Maha kuat lagi Maha Perkasa.

[Al-Majmu' Ats-Tsamin, Syaikh Ibnu Utsaimin, juz 3]
[Disalin dari kitab Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, Edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, Disusun oleh Khalid Al-Juraisy,Penerjemah Amir Hamzah, Penerbit Darul Haq]

Hukum Menyambut Dan Ikut Merayakan Hari Raya Atau Pesta-Pesta Orang-Orang Kafir
Hukum Ikut Merayakan Pesta, Walimah (Pesta Pernikahan,-peny), Hari Bahagia Atau Hari Duka Mereka Dengan Hal-Hal Yang Mubah Serta Berta'ziyah Pada Musibah Mereka.
Tidak boleh memberi ucapan selamat (tahniah) atau ucapan belangsungkawa ta'ziyah) kepada mereka, karena hal itu berarti memberikan wala' dan mahabbah kepada mereka. Juga dikarenakan hal tersebut mengandung arti pengagungan (penghormatan) terhadap mereka. Maka hal itu diharamkan berdasarkan larangan-larangan ini. Sebagaimana haram mengucapkan salam terlebih dahulu atau membuka jalan bagi mereka.
Ibnul Qayyim berkata, "Hendaklah berhati-hati jangan sampai terjerumus sebagaimana orang-orang bodoh, ke dalam ucapan-ucapan yang menunjukkan ridha mereka terhadap agamanya. Seperti ucapan mereka, "Semoga Allah membahagiakan kamu dengan agamamu", atau "memberkatimu dalam agamamu", atau berkata, "Semoga Allah memuliakannmu". Kecuali jika berkata, " Semoga Allah memuliakanmu dengan Islam", atau yang senada dengan itu. Itu semua tahniah dengan perkara-perkara umum.
Tetapi jika tahni'ah itu dengan syi'ar-syi'ar kufur yang khusus milik mereka seperti hari raya dan puasa mereka, dengan mengatakan, "Selamat hari raya Natal" umpanya atau "Berbahagialah dengan hari raya ini" atau yang senada dengan itu, maka jika yang mengucapakannya selamat dari kekufuran, dia tidak lepas dari maksiat dan keharaman. Sebab itu sama halnya dengan memberikan ucapan selamat terhadap sujud mereka kepada salib ; bahkan di sisi Allah hal itu lebih dimurkai daripada memberikan selamat atas perbuatan meminum khamr, membunuh orang atau berzina atau sebangsanya.
Banyak sekali orang yang terjerumus dalam hal ini tanpa menyadari keburukannya. Maka barangsiapa memberikan ucapan selamat kepada seseorang melakukan bid'ah, maksiat atau kekufuran maka dia telah menantang murka Allah. Para ulama wira'i (sangat menjauhi yang makruh, apalagi yang haram), mereka senantiasa menghindari tahni'ah kepada para pemimpin zhalim atau kepada orang-orang dungu yang diangkat sebagai hakim, qadhi, dosen, atau mufti ; demi untuk menghindari murka Allah dan laknat-Nya.1
Dari uraian tersebut jelaslah, memberi tahniah kepada orang-orang kafir atas hal-hal yang diperbolehkan (mubah) adalah dilarang jika mengandung makna yang menunjukkan rela kepada agama mereka. Adapun memberikan tahni'ah atas hari-hari raya mereka atau syi'ar-syi'ar mereka adalah haram hukumnya dan sangat dikhawatirkan pelakunya jatuh pada kekufuran.

[Disalin dari kitab At-Tauhid Lish-Shaffil Awwal Al-Aliy, Edisi Indonesia, Kitab Tauhid 1, Penulis Dr Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan, Penerbit Darul Haq]
1 Ahkam Ahli Dzimmah, tahqiq Dr Subhi Shalih, 1/205-206

Bolehkah Ikut Serta Menyambut Dan Bergembira Dengan Hari Raya Orang-Orang Kafir
Sesungguhnya di antara konsekwensi terpenting dari sikap membenci orang-orang kafir ialah menjauhi syi'ar dan ibadah mereka. Sedangkan syi'ar mereka yang paling besar adalah hari raya mereka, baik yang berkaitan dengan tempat maupun waktu. Maka orang Islam berkewajiban menjauhi dan meninggalkannya.
Ada seorang lelaki yang datang kepada baginda Rasul صلی الله عليه وسلم untuk meminta fatwa karena ia telah bernadzar memotong hewan di Buwanah (nama sebuah tempat), maka Nabi صلی الله عليه وسلم menanyakan kepadanya.
هَلْ كَانَ فِيهَا وَثَنٌ يُعْبَدُ ؟ قَالَ: لَا قَالَ: فَهَلْ كَانَ فِيهَا عِيدٌ مِنْ أَعْيَادِهِمْ ؟ فَقَالَ: لَا فَقَالَ: أَوْفِ بِنَذْرِكَ فَإِنَّهُ لَا وَفَاءَ لِنَذْرٍ فِي مَعْصِيَةِ اَللَّهِ, وَلَا فِي قَطِيعَةِ رَحِمٍ, وَلَا فِيمَا لَا يَمْلِكُ اِبْنُ آدَمَ
"Apakah disana ada berhala, dari berhala-berhala orang Jahiliyah yang disembah ?"  Dia menjawab, "Tidak". Beliau bertanya, "Apakah di sana tempat dilaksanakannya hari raya dari hari raya mereka ?" Dia menjawab, "Tidak". Maka Nabi bersabda, "Tepatillah nadzarmu, karena sesungguhnya tidak boleh melaksanakan nadzar dalam maksiat terhadap Allah dalam hal yang tidak dimiliki oleh anak Adam" 1
Hadits diatas menunjukkan, tidak bolehnya menyembelih untuk Allah di bertepatan dengan tempat yang digunakan menyembelih untuk selain Allah ; atau di tempat orang-orang kafir merayakan pesta atau hari raya. Sebab hal itu berarti mengikuti mereka dan menolong mereka di dalam mengagungkan syi'ar-syi'ar mereka, dan juga karena menyerupai mereka atau menjadi wasilah yang mengantarkan kepada syirik. Begitu pula ikut merayakan hari raya (hari besar) mereka mengandung wala' (loyalitas) kepada mereka dan mendukung mereka dalam menghidupkan syi'ar-syi'ar mereka.
Di antara yang dilarang adalah menampakkan rasa gembira pada hari raya mereka, meliburkan pekerjaan (sekolah), memasak makanan-makanan sehubungan dengan hari raya mereka. Dan diantaranya lagi ialah mempergunakan kalender Masehi, karena hal itu menghidupkan kenangan terhadap hari raya Natal bagi mereka. Karena itu para shahabat menggunakan kalender Hijriyah sebagai gantinya.
Syaikhul Islam Ibnu Timiyah berkata, "Ikut merayakan hari-hari besar mereka tidak diperbolehkan karena dua alasan".:

Pertama.
Bersifat umum, seperti yang telah dikemukakan di atas bahwa hal tersebut berarti mengikuti ahli Kitab, yang tidak ada dalam ajaran kita dan tidak ada dalam kebiaasaan Salaf. Mengikutinya berarti mengandung kerusakan dan meninggalkannya terdapat maslahat menyelisihi mereka. Bahkan seandainya kesamaan yang kita lakukan merupakan sesuatu ketetapan semata, bukan karena mengambilnya dari mereka, tentu yang disyari'atkan adalah menyelisihiya karena dengan menyelisihinya terdapat maslahat seperti yang telah diisyaratkan di atas. Maka barangsiapa mengikuti mereka, dia telah kehilangan maslahat ini sekali pun tidak melakukan mafsadah (kerusakan) apapun, terlebih lagi kalau dia melakukannya.

Kedua.
Karena hal itu adalah bid'ah yang diada adakan. Alasan ini jelas menunjukkan bahwa sangat dibenci hukumnya menyerupai mereka dalam hal itu".

Beliau juga mengatakan, "Tidak halal bagi kaum muslimin bertasyabuh (menyerupai) mereka dalam hal-hal yang khusus bagi hari raya mereka ; seperti, makanan, pakaian, mandi, menyalakan lilin, meliburkan kebiasaan seperti bekerja dan beribadah ataupun yang lainnya. Tidak halal mengadakan kenduri atau memberi hadiah atau menjual barang-barang yang diperlukan untuk hari raya tersebut. Tidak halal mengizinkan anak-anak ataupun yang lainnya melakukan permainan pada hari itu, juga tidak boleh menampakkan perhiasan.
Ringkasnya, tidak boleh melakukan sesuatu yang menjadi ciri khas dari syi'ar mereka pada hari itu.
Hari raya mereka bagi umat Islam haruslah seperti hari-hari biasanya, tidak ada hal istimewa atau khusus yang dilakukan umat Islam. Adapun jika dilakukan hal-hal tersebut oleh umat Islam dengan sengaja2 maka berbagai golongan dari kaum salaf dan khalaf menganggapnya makruh. Sedangkan pengkhususan seperti yang tersebut di atas maka tidak ada perbedaan di antara ulama, bahkan sebagian ulama menganggap kafir orang yang melakukan hal tersebut, karena dia telah mengagungkan syi'ar-syi'ar kekufuran.
Segolongan ulama mengatakan. "Siapa yang menyembelih kambing pada hari raya mereka (demi merayakannya), maka seolah-olah dia menyembelih babi". Abdullah bin Amr bin Ash berkata, "Siapa yang mengikuti negera-negara 'ajam (non Islam)dan melakukan perayaan Nairuz3 dan Mihrajan4 serta menyerupai mereka sampai ia meninggal dunia dan dia belum bertobat, maka dia akan dikumpulkan bersama mereka pada Hari Kiamat.5

[Disalin dari kitab At-Tauhid Lish-Shaffil Awwal Al-Aliy, Edisi Indonesia, Kitab Tauhid 1, Penulis Dr Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan, Penerbit Darul Haq]

1 Hadits Riwayat Abu Daud dengan sanad yang sesuai dengan syarat Al-Bukhari dan Muslim
2 Mungkin yang dimaksud (yang benar) adalah 'tanpa sengaja'.
3 Nairuz atau Nauruz (bahasa Persia) hari baru, pesta tahun baru Iran yang bertepatan dengan tanggal 21 Maret -pent
4 Mihrajan, gabungan dari kata mihr (matahari) dan jan (kehidupan atau ruh), yaitu perayaan pada pertengahan musim gugur, di mana udara tidak panas dan tidak dingin. Atau juga merupakan istilah bagi pesta yang diadakan untuk hari bahagia -pent
5 Majmu' Fatawa 25/329-330

Hukum Perayaan Menyambut Tahun Baru
Pertanyaan:
Al-Lajnah Ad-Da'imah Lil Buhuts Al-Ilmiah wal Ifta ditanya :
  1. Pada beberapa hari belakangan ini, kami menyaksikan betapa gencarnya liputan mass-media mass-media (cetak maupun elektronik) dalam rangka menyambut datangnya tahun 2000M dan permulaan Milenium Ketiga seputar kejadian-kejadian dan prosesi-prosesinya. Terlihat bahwa orang-orang kafir dari kalangan yahudi dan nashrani serta selain mereka begitu suka cita menggantungkan harapan-harapan dengan adanya hal itu.
Pertanyaannya, wahai Syaikh yang mulia. Sesungguhnya sebagian mereka yang menisbatkan diri sebagai orang Islam telah juga menunjukkan perhatiannya terhadap hal ini dan menganggapnya sebagai momentum bahagia sehingga mengaitkan hal itu dengan pernikahan, pekerjaan mereka atau memajang/menempelkan pengumuman tentang hal itu di altar-altar perdagangan atau perusahaan mereka dan lain sebagainya yang menimbulkan dampak negatif bagi seorang Muslim.
Dalam hal ini, apakah hukum mengangungkan momentum seperti itu dan menyambutnya serta saling mengucapkan selamat karenanya, baik secara lisan, melalui kartu khusus yang dicetak dan lain sebagainya, menurut syari'at Islam ? Semoga Allah memberikan ganjaran pahala kepada anda atas amal shalih terhadap Islam dan kaum Muslimin dengan sebaik-baik ganjaran.

  1. Dalam versi pertanyaan yang lain : Orang-orang yahudi dan nashrani bersiap-siap untuk menyambut datang tahun baru 2000 Masehi berdasarkan sejarah mereka dalam bentuk yang tidak lazim demi mempromosikan program-program serta keyakinan-keyakinan mereka di seluruh dunia, khususnya di negeri-negeri Islam.
Sebagian kaum Muslimin telah terpengaruh dengan promosi ini sehingga mereka nampak mempersiapkan segala sesuatunya untuk hal itu, dan di antara mereka ada yang mengumumkan potongan harga (diskon) atas barang dagangannnya spesial buat momentum ini. Kiranya, dikhawatirkan kelak hal ini berkembang menjadi aqidah kaum Muslimin di dalam ber-wala' (loyal) terhadap orang-orang non Muslim.
Kami berharap mendapatkan penjelasan anda seputar hukum keikutsertaan kaum Muslimin dalam momentum-momentum kaum kafir, mempromosikan hal itu dan menyambutnya. Demikian juga hukum menon-aktifkan kegiatan kerja oleh sebagian lembaga dari perusahaan berkenaan dengan hal itu.
Apakah melakukan sesuatu dari hal-hal tersebut dan semisalnya atau rela terhadapnya mempengaruhi aqidah seorang Muslim ?

Jawaban:
Sesungguhnya nikmat yang paling besar yang dianugrahkan oleh Allah kepada para hambaNya adalah nikmat Islam dan hidayah kepada jalanNya yang lurus. Di antara rahmatNya pula, Allah Ta'ala mewajibkan kepada para hambaNya, kaum Mukminin, agar memohon hidayahNya di dalam shalat-shalat mereka. Mereka memohon kepadaNya agar mendapatkan hidayah ke jalan yang lurus dan mantap di atasnya. Dalam hal ini, Allah Ta'ala telah memberikan spesifikasi jalan (shirath) ini sebagai jalan para Nabi, Ash-Shiddiqin, Syuhada dan orang-orang shalih yang Dia anugrahkan nikmatNya kepada mereka. Jadi, bukan jalan orang-orang yahudi, nashrani dan seluruh orang-orang kafir dan musyrik yang menyimpang darinya.
Bila hal ini sudah diketahui, maka adalah wajib bagi seorang Muslim untuk mengenal kadar nikmat Allah kepadanya sehingga dengan itu, dia mau bersyukur kepadaNya melalui ucapan, perbuatan dan keyakinan. Dalam pada itu, dia juga akan menjaga nikmat ini dan membentenginya serta melakukan sebab-sebab yang dapat menjaga hilangnnya nikmat tersebut.
Bagi orang yang diberikan bashiroh (pemahaman mendalam) terhadap Dienullah di saat kondisi dunia dewasa ini yang diselimuti oleh pencampuradukan antara al-haq dan kebatilan pada kebanyakan orang, dia akan mengetahui dengan jelas upaya keras yang dilakukan oleh musuh-musuh Islam untuk menghapus kebenarannya dan memadamkan cahayanya, upaya menjauhkan kaum Muslimin darinya serta memutuskan kontak mereka dengannya melalui berbagai sarana yang memungkinkan. Belum lagi, upaya memperburuk citra Islam dan melabelkan tuhudan dan kebohongan-kebohongan terhadanya guna menghadang seluruh manusia dari jalan Allah  dan dari beriman kepada wahyu yang diturunkan kepada RasulNya, Muhammad bin Abdullah. Pembenaran statement ini dibuktikan oleh firman-firman Allah Ta'ala.
وَدَّ كَثِيرٌ مِّنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَوْ يَرُدُّونَكُم مِّن بَعْدِ إِيمَانِكُمْ كُفَّاراً حَسَداً مِّنْ عِندِ أَنفُسِهِم مِّن بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ الْحَقُّ
"Sebagian besar ahli kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kami beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran" [QS. Al-Baqarah : 109]
وَدَّت طَّآئِفَةٌ مِّنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَوْ يُضِلُّونَكُمْ وَمَا يُضِلُّونَ إِلاَّ أَنفُسَهُمْ وَمَا يَشْعُرُونَ
"Segolongan dari ahli kitab ingin menyesatkan kamu, padahal mereka (sebenarnya) tidak menyesatkan melainkan dirinya sendiri, dan mereka tidak menyadarinya" [QS. Ali-Imran : 69]
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوَاْ إِن تُطِيعُواْ الَّذِينَ كَفَرُواْ يَرُدُّوكُمْ عَلَى أَعْقَابِكُمْ فَتَنقَلِبُواْ خَاسِرِينَ
"Hai orang-orang yang beriman, jika kamu mentaati orang-orang yang kafir itu, niscaya mereka mengembalikan kamu ke belakang (kepada kekafiran), lalu jadilah kamu orang-orang yang rugi" [QS. Ali-Imran : 149]
قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لِمَ تَصُدُّونَ عَن سَبِيلِ اللّهِ مَنْ آمَنَ تَبْغُونَهَا عِوَجاً وَأَنتُمْ شُهَدَاء وَمَا اللّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ
"Katakanlah, Hai ahli kitab, mengapa kamu menghalang-halangi dari jalan Allah orang-orang yang telah beriman, kamu menghendakinya menjadi bengkok, padahal kamu menyaksikan, "Allah sekali-kali tidak lalai dari apa yang kamu kerjakan" [QS. Ali Imran : 99]
Dan ayat-ayat lainnya. Akan tetapi meskipun demikian, Allah Ta'ala telah berjanji untuk mejaga dienNya dan kitabNya, dalam firmanNya.
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
"Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur'an dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya" [QS. Al-Hijr : 9]
Segala puji bagi Allah dengan pujian yang banyak.
Nabi صلی الله عليه وسلم telah memberitakan bahwa akan selalu muncul suatu golongan dari umatnya yang berjalan di atas al-haq, tidak membahayakan mereka orang yang menghinakan mereka ataupun menentang mereka hingga terjadi hari Kiamat. Segala puji bagi Allah pujian yang banyak dan kita memohon kepadaNya Yang Maha Dekat dan Mengabulkan Permohonan agar menjadikan kita dan saudara-saudara kita kaum Muslimin termasuk dari golongan tersebut, sesungguhnya Dia Maha Pemurah lagi Maha Mulia.
Dengan ini, Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Buhuts Ilmiah  wal Ifta setelah mendengar dan melihat adanya penyambutan yang demikian meriah dan perhatian yang serius dan beberapa golongan orang-orang yahudi dan nashrani serta orang-orang yang menisbatkan diri kepada Islam yang terpengaruh oleh mereka berkenaan dengan telah berakhirnya momentum tahun 2000 dan menyongsong Milenium Ketiga menurut Kalender Masehi, maka suka tidak suka,  Lajnah Daimah Lil Buhuts Ilmiah  wal Ifta wajib memberikan nasehat dan penjelasan kepada seluruh kaum Muslimin tentang hakikat momentum ini serta hukum syariat yang suci ini terhadapnya sehingga kaum Muslimin memahami dengan baik dien mereka dan berhati-hati. Dengan demikian, tidak terjerumus ke dalam kesesatan-kesesatan orang-orang yahudi yang dimurkai dan orang-orang nashrani yang sesat.
Karenanya, kami menyatakan:

Pertama
Sesungguhnya orang-orang yahudi dan nashrani menggantungkan kejadian-kejadian, keluh-kesah dan harapan-harapan mereka kepada momentum Milenium ini dengan begitu yakin akan terealisasinya hal itu atau paling tidak, hampir demikian karena menurut anggapan mereka hal ini sudah melalui proses kajian dan penelitian. Demikian pula, mereka mengait-ngaitkan sebagian permasalahan aqidah mereka dengan momentum ini dengan anggapan bahwa hal itu berasal dari ajaran kitab-kitab mereka yang sudah dirubah. Jadi, adalah wajib bagi seorang Muslim untuk tidak menoleh kepada hal itu dan tergoda olehnya bahkan semestinya merasa cukup dengan Kitab Rabbnya Ta'ala dan Sunnah Nabinya صلی الله عليه وسلم dan tidak memerlukan lagi selain keduanya. Sedangkan teori-teori dan pendapat-pendapat yang bertentangan dengan keduanya, ia tidak lebih hanya sekedar berupa ilusi belaka.

Kedua
Momentum ini dan semisalnya tidak luput dari pencampuradukan antara al-haq dan kebatilan, propaganda kepada kekufuran, kesesatan, permisivisme (serba boleh) dan atheisme serta pemunculan sesuatu yang menurut syari'at adalah sesuatu yang mungkar. Di antara hal itu adalah propaganda kepada penyatuan agama-agama (pluralisme), penyamaan Islam dengan aliran-aliran dan sekte-sekte sesat lainnya, penyucian terhadap salib dan penampakan syi'ar-syi'ar kekufuran yang dilakukan oleh orang-orang nashrani dan yahudi serta perbuatan-pebuatan dan ucapan-ucapan semisal itu yang mengandung beberapa hal ; bisa jadi, pernyataan bahwa syari'at nashrani dan yahudi yang sudah diganti dan dihapus tersebut dapat menyampaikan kepada Allah. Bisa jadi pula, berupa anggapan baik terhadap sebagian dari ajaran kedua agama tersebut yang bertentangan dengan dien al-Islam. Atau hal selain itu yang merupakan bentuk kekufuran kepada Allah dan RasulNya, kepada Islam dan ijma' umat ini. Belum lagi, hal itu adalah sebagai salah satu sarana westernisasi kaum Muslimin dari ajaran-ajaran agama mereka.

Ketiga
Banyak sekali dalil-dalil dari Kitabullah, as-Sunnah dan atsar-atsar yang shahih yang melarang untuk menyerupai orang-orang kafir di dalam hal yang menjadi ciri dan kekhususan mereka. Di antara hal itu adalah menyerupai mereka dalam perayaan hari-hari besar dan pesta-pesta mereka. Hari besar ('Ied) maknanya (secara terminologis) adalah sebutan bagi sesuatu, termasuk didalamnya setiap hari yang datang kembali dan terulang, yang diagung-agungkan oleh orang-orang kafir. Atau sebutan bagi tempat orang-orang kafir dalam menyelenggarakan perkumpulan keagamaan. Jadi, setiap perbuatan yang mereka ada-adakan di tempat-tempat atau waktu-waktu seperti ini maka itu termasuk hari besar ('Ied) mereka. Karenanya, larangannya bukan hanya terhadap hari-hari besar yang khusus buat mereka saja, akan tetapi setiap waktu dan tempat yang mereka agungkan yang sesungguhnya tidak ada landasannya di dalam dien Islam, demikian pula, perbuatan-perbuatan yang mereka ada-adakan di dalamnya juga termasuk ke dalam hal itu. Ditambah lagi dengan hari-hari sebelum dan sesudahnya yang nilai religiusnya bagi mereka sama saja sebagaimana yang disinggung oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah. Di antara ayat yang menyebutkan secara khusus larangan menyerupai hari-hari besar mereka adalah firmanNya.
وَالَّذِينَ لَا يَشْهَدُونَ الزُّورَ
" Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu" [QS. Al-Furqan : 72]
Ayat ini berkaitan dengan salah satu sifat para hamba Allah yang beriman. Sekelompok Salaf seperti Ibnu Sirin, Mujahid dan Ar-Rabi' bin Anas menafsirkan kata "Az-Zuura" (di dalam ayat tersebut) sebagai hari-hari besar orang kafir.
Dalam hadits yang shahih dari Anas bin Malik رضي الله عنه, dia berkata, Saat Rasulullah صلی الله عليه وسلم datang ke Madinah, mereka memiliki dua hari besar ('Ied) untuk bermain-main. Lalu beliau bertanya, "Dua hari untuk apa ini ?". Mereka menjawab, "Dua hari di mana kami sering bermain-main di masa Jahiliyyah". Lantas beliau bersabda:
قَدْ أَبْدَلَكُمُ اَللَّهُ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا: يَوْمَ اَلْأَضْحَى, وَيَوْمَ اَلْفِطْرِ
"Sesungguhnya Allah telah menggantikan bagi kalian untuk keduanya dua hari yang lebih baik dari keduanya : Iedul Adha dan Iedul Fithri" 1
Demikian pula terdapat hadits yang shahih dari Tsabit bin Adl-Dlahhak رضي الله عنه bahwasanya dia berkata, "Seorang laki-laki telah bernadzar pada masa Rasulullah صلی الله عليه وسلم untuk menyembelih onta sebagai qurban di Buwanah. Lalu dia mendatangi Rasulullah صلی الله عليه وسلم sembari berkata. Sesungguhnya aku telah bernadzar untuk menyembelih onta sebagai qurban di Buwanah. Lalu Nabi صلی الله عليه وسلم bertanya:
هَلْ كَانَ فِيهَا وَثَنٌ يُعْبَدُ ؟ قَالَ: لَا قَالَ: فَهَلْ كَانَ فِيهَا عِيدٌ مِنْ أَعْيَادِهِمْ ؟ فَقَالَ: لَا فَقَالَ: أَوْفِ بِنَذْرِكَ فَإِنَّهُ لَا وَفَاءَ لِنَذْرٍ فِي مَعْصِيَةِ اَللَّهِ, وَلَا فِي قَطِيعَةِ رَحِمٍ, وَلَا فِيمَا لَا يَمْلِكُ اِبْنُ آدَمَ
“Apakah di dalamnya terdapat salah satu dari berhala-berhala Jahiliyyah yang disembah ? Mereka menjawab, 'Tidak'. Beliau bertanya lagi. 'Apakah di dalamnya terdapat salah satu dari hari-hari besar mereka ?'. Mereka menjawab, 'Tidak'. Rasulullah صلی الله عليه وسلم bersabda, 'Tepatilah nadzarmu karena tidak perlu menepati nadzar di dalam berbuat maksiat kepada Allah dan di dalam hal yang tidak dipunyai (tidak mampu dilakukan) oleh manusia" 2
Umar bin Al-Khaththtab رضي الله عنه berkata, "Janganlah kalian mengunjungi kaum musyrikin di gereja-gereja (rumah-rumah ibadah) mereka pada hari besar mereka karena sesungguhnya kemurkaan Allah akan turun atas mereka" 3
Dia berkata lagi, "Hindarilah musuh-musuh Allah pada momentum hari-hari besar mereka" 4
Dan dari Abdullah bin Amr bin Al-Ash رضي الله عنه, dia berkata, "Barangsiapa yang berdiam di negeri-negeri orang asing, lalu membuat tahun baru dan festifal seperti mereka serta menyerupai mereka hingga dia mati dalam kondisi demikian, maka kelak dia akan dikumpulkan pada hari kiamat bersama mereka" 5

Keempat.
Merayakan hari-hari besar orang-orang kafir juga dilarang karena alasan-alasan yang banyak sekali, di antaranya :
[a]. Menyerupai mereka dalam sebagian hari besar mereka mengandung konsekwensi bergembira dan membuat mereka berlapang dada terhadap kebatilan yang sedang mereka lakukan.
[b]. Menyerupai mereka dalam gerak-gerik dan bentuk pada hal-hal yang bersifat lahiriah akan mengandung konsekwensi menyerupai mereka pula dalam gerak-gerik dan bentuk pada hal-hal yang bersifat batiniah yang berupa 'aqidah-aqidah batil melalui cara mencuri-curi dan bertahap lagi tersembunyi.
Dampak negatif yang paling besar dari hal itu adalah menyerupai orang-orang kafir secara lahiriah akan menimbulkan sejenis kecintaan dan kesukaan serta loyalitas secara batin. Mencintai dan loyal terhadap mereka menafikan keimanan sebagaimana firman Allah Ta'ala:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَتَّخِذُواْ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاء بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاء بَعْضٍ وَمَن يَتَوَلَّهُم مِّنكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللّهَ لاَ يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang yahudi dan nashrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu) ; sebagaimana mereka adalah pemimpin bagi sebagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin ; maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zhalim" [QS. Al-Maidah : 51]
Dan firmanNya:
لَا تَجِدُ قَوْماً يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ
"Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan RasulNya" [QS. Al-Mujadillah : 22]

Kelima
Berdasarkan paparan yang telah dikemukakan di atas, maka tidak boleh hukumnya seorang Muslim yang beriman kepada Allah sebagai Rabb dan Islam sebagai agama serta Muhammad sebagai Nabi dan Rasul, mengadakan perayaan-perayaan hari-hari besar yang tidak ada landasannya dalam dien Islam, termasuk diantaranya pesta 'Milenium' rekaan tersebut. Juga, tidak boleh hadir pada acaranya, berpartisipasi dan membantu dalam pelaksanaannya dalam bentuk apapun karena hal itu termasuk dosa dan melampaui aturan-aturan Allah sedangkan Allah sendiri terlah berfirman,
وَلاَ تَعَاوَنُواْ عَلَى الإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُواْ اللّهَ إِنَّ اللّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
"Dan janganlah bertolong-tolongan di atas berbuat dosa dan melampaui batas, bertakwalah kepada Allah karena sesungguhnya Allah amat pedih siksaanNya" [Al-Maidah : 2]

Keenam
Seorang Muslim tidak boleh saling tolong menolong dengan orang-orang kafir dalam bentuk apapun dalam hari-hari besar mereka. Di antara hal itu adalah mempromosikan dan mengumumkan hari-hari besar mereka, termasuk pesta 'milenium' rekaan tersebut. Demikian pula, mengajak pada hal itu dengan sarana apapun baik melalui mass media, memasang jam-jam dan pamflet-pamflet bertuliskan angka, membuat pakaian-pakaian dan plakat-plakat kenangan, mencetak kartu-kartu dan buku-buku tulis sekolah, memberikan diskon khusus pada dagangan dan hadiah-hadiah uang dalam rangka itu, kegiatan-kegiatan olah raga ataupun menyebarkan symbol khusus untuk hal itu.

Ketujuh
Seorang Muslim tidak boleh menganggap hari-hari besar orang-orang kafir, termasuk pesta Milenium rekaan tersebut sebagai momentum-momentum yang membahagiakan atau waktu-waktu yang diberkahi sehingga karenanya meliburkan pekerjaan, menjalin ikatan perkawinan, memulai aktifitas bisnis, membuka proyek-proyek baru dan lain sebagainya. Tidak boleh dia meyakini bahwa hari-hari seperti itu memiliki keistimewaan yang tidak ada pada hari selainnya karena hari-hari tersebut sama saja dengan hari-hari biasa lainnya, dan karena hal ini merupakan keyakinan yang rusak yang tidak dapat merubah hakikat sesuatu bahkan keyakinan seperti ini adalah dosa di atas dosa, kita memohon kepada Allah agar diselamatkan di terbebas dari hal itu.

Kedelapan
Seorang Muslim tidak boleh mengucapkan selamat terhadap hari-hari besar orang-orang kafir karena hal itu merupakan bentuk kerelaan terhadap kebatilan yang tengah mereka lakukan dan membuat mereka bergembira, karenanya Ibnu Al-Qayyim berkata " Adapun mengucapkan selamat terhadap syi'ar-syi'ar keagamaan orang-orang kafir yang khusus bagi mereka, maka haram hukumnya menurut kesepakatan para ulama, seperti mengucapkan selamat dalam rangka hari-hari besar mereka dan puasa mereka, seperti mengucapkan 'Semoga hari besar ini diberkahi' atau ucapan semisalnya dalam rangka hari besar tersebut. Dalam hal ini, kalaupun pengucapnya lolos dari kekufuran akan tetapi dia tidak akan lolos dari melakukan hal yang diharamkan. Hal ini sama posisinya dengan bilamana dia mengucpkan selamat karena dia (orang kafir) itu sujud terhadap salib. Bahkan, dosa dan kemurkaan terhafap hal itu lebih besar dari sisi Allah ketimbang mengucapkan selamat atas minum khamr, membunuh jiwa yang tidak berdosa, berzina dan semisalnya. Banyak sekali orang yang tidak memiliki sedikitpun kadar dien pada dirinya terjerumus ke dalam hal itu dan dia tidak menyadari jeleknya perbuatannya. Maka, siapa saja yang mengucapkan selamat kepada seorang hamba karena suatu maksiat, bid'ah atau kekufuran yang dilakukannya, berarti dia telah mendapatkan kemurkaan dan kemarahan Allah"

Kesembilan
Adalah suatu kehormatan bagi kaum Muslimin untuk berkomitmen terhadap sejarah hijrah Nabi mereka, Muhammad صلی الله عليه وسلم yang disepakati pula orang para sahabat beliau صلی الله عليه وسلم secara ijma' dan mereka jadikan kalender tanpa perayaan apapun. Hal itu kemudian diteruskan secara turun temurun oleh kaum Muslimin yang datang setelah mereka, sejak 14 abad yang lalu hingga saat ini. Karenaya seorang Muslim tidak boleh mengalihkan penggunaan kalender Hijriah kepada kelender umat-umat selainnya, seperti kalender Masehi ini ; karena termasuk perbuatan menggantikan yang lebih baik dengan yang lebih jelek. Dari itu kami wasiatkan kepada seluruh saudara-saudara kami, kaum Muslimin, agar bertaqwa kepada Allah dengan sebenar-sebenar takwa, berbuat ta'at dan menjauhi kemaksiatan terhadapNya serta saling berwasiat dengan hal itu dan sabar atasnya.
Hendaknya setiap Mukmin yang menjadi penasehat bagi dirinya dan antusias terhadap keselamatannya dari murka Allah dan laknatNya di dunia dan Akhirat berusaha keras di dalam merealisasikan ilmu dan iman, menjadikan Allah semata sebagai Pemberi petunjuk, Penolong, Hakim dan Pelindung, karena sesungguhnya Dia-lah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong. Cukuplah Rabbmu sebagai Pemberi Petunjuk dan Penolong serta berdo'alah selalu dengan do'a Nabi صلی الله عليه وسلم berikut ini:
اللَّهُمَّ! رَبَّ جِبْرَائِيْلَ وَمِيْكَائِيْلَ وَإِسْرِافِيْلَ فَاطِرَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ  عَالِمَ الغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ أَنْتَ تَحْكُمُ بَيْنَ عِبَادِكَ فِيْمَا كَانُوا فِيْهِ يَخْتَلِفُونَ  اِهْدِنِي لِمَا اخْتُلِفَ فِيْهِ مِنَ الْحَقِّ بِإِذْنِكَ إَنَّكَ تَهْدَي مَنْ تَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيْمٍ
"Ya, Allah, Rabb Jibril, Mikail, Israfil. Pencipta langit dan bumi. Yang Maha Mengetahui hal yang ghaib dan nyata. Engkau memutuskan hal yang diperselisihkan di antara para hambaMu, berilah petunjuk kepadaku terhadap kebenaran yang diperselisihkan dengan idzinMu, sesungguhnya Engkau menunjuki orang yang Engkau kehendaki ke jalan yang lurus" 6
Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam.
Wa Shallallahu 'ala Nabiyyina Muhammad Wa Alihi Wa Shahbihi

[Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal Ifta, No. 21049, tgl. 12-08-1420]
[Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, Darul Haq]
1 Dikelaurkan oleh Imam Ahmad di dalam Musnadnya, No. 11595, 13058, 13210. Sunan Abu Daud, kitab Ash-Shalah No. 1134, Sunan An-Nasa'i, Kitab Shalah Al-Iedain, No. 1556 dengan sanad yang shahih
2 Dikeluarkan oleh Abu Daud, Kitab Al-Aiman Wa An-Nadzar, No. 3313 denan sanad shahih.
3 Dikeluarkan oleh Imam Al-Baihaqy No. 18640
4 Ibid No. 18641
5 'Aun Al-Ma'bud Syarh Sunan Abi Daud, Syarh hadits no. 3512
6 Dikeluarkan oleh Imam Muslim di dalam shahihnya, Kitab Shalah Al-Musafirin, No. 770

Beberapa Fenomena Yang Tampak Dari Sikap Wala'  [Sikap Setia, Loyal] Terhadap Orang Kafir
  1. Menyerupai mereka dalam tata cara berpakaian, berbicara dan sebagainya.
Karena menyerupai orang kafir dalam berpakaian, berbicara dan lain sebagainya menunjukkan suatu kecintaan terhadap mereka yang diserupainya. Oleh karena itu Rasulullah صلي الله عليه وسلم bersabda:
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa menyerupai suatu kaum maka ia adalah bagian dari mereka.”
Oleh karena itu diharamkan menyerupai orang-orang kafir dalam hal yang menjadi ciri khas mereka, baik berupa tradisi atau adat istiadat, ibadah, simbol dan akhlak mereka, seperti mencukur janggut, memanjangkan kumis, berbicara dengan bahasa mereka kecuali dalam keadaan terpaksa, demikian pula dengan mode mereka dalam berpakaian, makan, minum, dan lain sebagainya.
  1. Bermukim di negeri kafir dan tidak mau berpindah (hijrah) ke negeri kaum muslimin demi menyelamatkan agamanya.
Hijrah dalam pengertian dan dengan tujuan di atas hukumnya wajib. Karena seorang muslim yang bermukim di negeri kafir menunjukkan kecintaannya terhadap orang kafir. Dari sinilah Allah سبحانه و تعالي mengharamkan orang muslim untuk tinggal di tengah-tengah orang kafir bila dia mampu untuk melakukan hijrah.
Allah سبحانه و تعالي berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ تَوَفَّاهُمُ الْمَلآئِكَةُ ظَالِمِي أَنْفُسِهِمْ قَالُواْ فِيمَ كُنتُمْ قَالُواْ كُنَّا مُسْتَضْعَفِينَ فِي الأَرْضِ قَالْوَاْ أَلَمْ تَكُنْ أَرْضُ اللّهِ وَاسِعَةً فَتُهَاجِرُواْ فِيهَا فَأُوْلَـئِكَ مَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ وَسَاءتْ مَصِيراً. إِلاَّ الْمُسْتَضْعَفِينَ مِنَ الرِّجَالِ وَالنِّسَاء وَالْوِلْدَانِ لاَ يَسْتَطِيعُونَ حِيلَةً وَلاَ يَهْتَدُونَ سَبِيلاً. فَأُوْلَـئِكَ عَسَى اللّهُ أَن يَعْفُوَ عَنْهُمْ وَكَانَ اللّهُ عَفُوّاً غَفُوراً
“Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri, (kepada mereka) malaikat bertanya: "Dalam keadaan bagaimana kamu ini?". Mereka menjawab, "Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri (Makkah)". Para malaikat berkata,"Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?". Orang-orang itu tempatnya neraka Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali. Kecuali mereka yang tertindas baik laki-laki, atau wanita, ataupun anak-anak yang tidak mampu berdaya upaya dan tidak mengetahui jalan (untuk hijrah). Mereka itu mudah-mudahan Allah mema'afkannya. Dan adalah Allah Maha Pema'af lagi Maha Pengampun.”(Q.S; An-Nisa’ : 97-99).
Allah سبحانه و تعالي tidak menerima alasan menetap di negeri kafir kecuali orang-orang lemah yang tidak mampu untuk hijrah, demikian pula orang yang tetap tinggal di negeri kafir dengan alasan kemaslahatan agama, seperti; dakwah ke jalan Allah dan menyebarkan Islam di negeri tersebut.
  1. Bepergian ke negeri kafir dengan tujuan wisata dan bersenang-senang.
Hal yang demikian haram hukumnya kecuali untuk hal yang sangat diperlukan, seperti berobat, berdagang, studi tentang sesuatu yang bermanfaat yang tidak bisa tercapai kecuali dengan mengadakan perjalanan ke negeri mereka, maka hal itu diperbolehkan sesuai dengan kebutuhan. Jika kebutuhannya sudah terpenuhi, ia wajib kembali ke negeri islam.
Dan diperbolehkannya mengadakan perjalanan semacam ini, dengan ketentuan ia mampu menampakkan agamanya, bangga dengan ke-Islamannya, menjauhi tempat-tempat kejahatan, waspada terhadap makar musuh-musuhnya dan tipu daya mereka.
Dan diperbolehkan juga bepergian atau bahkan wajib pergi ke negeri kafir, apabila dimaksudkan untuk berdakwah ke jalan Allah dan menyebarkan Islam.
  1. Membantu orang kafir dan menolong mereka dalam usaha melawan kaum muslimin, mengirim bantuan dan melindungi mereka.
Ini termasuk hal yang membatalkan ke-Islaman dan menyebabkan seseorang menjadi murtad. Kita berlindung kepada Allah dari hal tersebut.
  1. Mengangkat orang kafir sebagai orang kepercayaan atau penasihat pada suatu jabatan yang menyangkut kemaslahatan umat islam
Allah  سبحانه و تعالي berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَتَّخِذُواْ بِطَانَةً مِّن دُونِكُمْ لاَ يَأْلُونَكُمْ خَبَالاً وَدُّواْ مَا عَنِتُّمْ قَدْ بَدَتِ الْبَغْضَاء مِنْ أَفْوَاهِهِمْ وَمَا تُخْفِي صُدُورُهُمْ أَكْبَرُ قَدْ بَيَّنَّا لَكُمُ الآيَاتِ إِن كُنتُمْ تَعْقِلُونَ. هَاأَنتُمْ أُوْلاء تُحِبُّونَهُمْ وَلاَ يُحِبُّونَكُمْ وَتُؤْمِنُونَ بِالْكِتَابِ كُلِّهِ وَإِذَا لَقُوكُمْ قَالُواْ آمَنَّا وَإِذَا خَلَوْاْ عَضُّواْ عَلَيْكُمُ الأَنَامِلَ مِنَ الْغَيْظِ قُلْ مُوتُواْ بِغَيْظِكُمْ إِنَّ اللّهَ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ. إِن تَمْسَسْكُمْ حَسَنَةٌ تَسُؤْهُمْ وَإِن تُصِبْكُمْ سَيِّئَةٌ يَفْرَحُواْ بِهَا وَإِن تَصْبِرُواْ وَتَتَّقُواْ لاَ يَضُرُّكُمْ كَيْدُهُمْ شَيْئاً إِنَّ اللّهَ بِمَا يَعْمَلُونَ مُحِيطٌ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu, telah nyata kebencian dari mulut mereka dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka lebih besar lagi, sungguh telah kami terangkan kepadamu ayat-ayat Kami, jika kamu memahaminya. Beginilah kamu, kamu menyukai mereka, padahal mereka tidak menyukai kamu dan kamu beriman kepada kitab-kitab semuanya, apabila mereka menjumpai kamu mereka berkata, "Kami beriman". Dan apabila mereka menyendiri mereka menggigit ujung jari lantaran marah bercampur benci terhadap kamu. Katakanlah kepada mereka : "Matilah kamu karena kemarahanmu itu". Sesungguhnya Allah mengetahui segala isi hati. Jika kamu memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati, tetapi jika kamu mendapat bencana mereka bergembira karenanya. Jika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikitpun tidak mendatangkan kemudharatan kepadamu. Sesungguhnya Allah Mengetahui segala apa yang mereka kerjakan.” (Q.S; Ali Imran :118-120).
Ayat-ayat yang mulia ini mengungkapkan hakikat orang kafir dan apa yang mereka sembunyikan dari kaum muslimin, yaitu; berupa kebencian dan siasat untuk melawan kaum muslimin, seperti; tipu daya dan pengkhianatan. Dan ayat ini, juga mengungkapkan tentang kegembiraan mereka bila kaum muslimin ditimpa musibah. Dengan berbagai cara mereka menyakiti umat Islam. Mereka memanfaatkan kepercayaan umat Islam terhadap mereka untuk menyusun rencana yang membahayakan dan mengancam  Islam.
Imam Ahmad telah meriwayatkan dari Abu Musa Al-Asy’ari رضي الله عنه, dia berkata kepada Umar رضي الله عنه, “Saya memiliki juru tulis yang beragama nasrani.” Umar berkata : “Mengapa kamu berbuat demikian? Celakalah engkau. Tidakkah engkau mendengar Allah سبحانه و تعالي berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَتَّخِذُواْ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاء بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاء بَعْضٍ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimin-pemimpinmu, sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain.”(Q.S; Al-Maidah: 51).
Kenapa engkau tidak mengangkat seorang muslim menjadi juru tulismu?” Abu Musa menjawab,“Wahai Amirul mu'minin, saya hanya membutuhkan tulisannya, adapun urusan agama, terserah dia”. Umar berkata,“Saya tidak akan memuliakan mereka karena Allah telah menghinakan mereka, saya tidak akan mengangkat derajat mereka karena Allah telah merendahkan mereka dan saya tidak akan mendekatkan mereka karena Allah telah menjauhkan mereka.”
Imam Ahmad dan Muslim meriwayatkan, bahwasanya Nabi صلي الله عليه وسلم keluar menuju Badar. Tiba-tiba seorang musyrik menguntitnya dan berhasil menyusul beliau ketika sampai di Herat, lalu dia berkata, “Sesungguhnya aku ingin mengikutimu dan ikut ambil bagian dalam perang ini.” Nabi صلي الله عليه وسلم bersabda, “Apkah engkau telah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya?” dia berkata, “Tidak!”  Beliau bersabda, “Kembalilah, karena saya tidak butuh bantuan orang musyrik.”
Dari nash-nash di atas jelaslah bagi kita tentang haramnya mengangkat orang kafir menduduki jabatan penting yang menyangkut kemaslahatan umat islam, karena jabatan tersebut dapat mereka manfaatkan untuk mengetahui kelemahan dan menyingkap rahasia-rahasia umat islam, yang pada gilirannya mereka mampu membuat sebuah makar yang membahayakan umat.
Namun ironi sekali karena hal ini banyak terjadi pula di negeri kaum muslimin, sebagai contoh; negeri Haramain Syarifain (Arab Saudi) banyak merekrut orang kafir sebagai pekerja, sopir, pelayan, dan pembantu di rumah-rumah, mereka bergaul bersama keluarga muslim atau membaur dengan kaum muslimin di negeri islam.
  1. Menggunakan penanggalan orang kafir, terutama penanggalan yang mencantumkan hari besar keagamaan dan hari raya mereka, seperti penanggalan masehi.
Penanggalan masehi dibuat untuk   memperingati kelahiran Al-masih عليه السلام, penanggalan tersebut mereka ada-adakan sendiri, tanpa ada perintah dari Al-Masih (Nabi Isa عليه السلام). Karena itu menggunakan penanggalan ini berarti ikut berperan dalam menghidupkan syi’ar dan hari raya mereka.
Hendaknya kita menghindari masalah ini, karena para sahabat رضي الله عنهم pun berpaling dari penanggalan orang-orang kafir, dan mereka membuat kalender khusus yang dimulai dari peristiwa hijrahnya Nabi صلي الله عليه وسلم pada masa khalifah Umar رضي الله عنه. Hal tersebut menunjukkan wajibnya menyelisihi kaum kuffar dalam masalah ini dan dalam ciri-ciri khas mereka. Semoga Allah memberikan pertolongan kepada kita.
  1. Ikut berpartisipasi pada hari raya mereka, atau membantu mereka menyelenggarakannya, atau memberikan ucapan selamat kepada mereka dalam rangka hari tersebut, atau menghadiri upacara perayaannya.
Allah سبحانه و تعالي berfirman:
وَالَّذِينَ لَا يَشْهَدُونَ الزُّورَ
“Dan orang-orang yang tidak memberikan kesaksian palsu.” (Q.S; Al-Furqan : 72).
Ayat di atas ditafsirkan oleh para ulama bahwa diantara sifat-sifat hamba Ar-Rahman, adalah mereka tidak menghadiri acara-acara hari raya yang diadakan oleh orang kafir.
  1. Memuji dan membanggakan  budaya dan peradaban orang kafir, kagum dengan etika dan kemajuan teknologi mereka tanpa memperhatikan aqidah mereka yang keliru dan agama mereka yang rancu.
Allah سبحانه و تعالي berfirman :
وَلَا تَمُدَّنَّ عَيْنَيْكَ إِلَى مَا مَتَّعْنَا بِهِ أَزْوَاجاً مِّنْهُمْ زَهْرَةَ الْحَيَاةِ الدُّنيَا لِنَفْتِنَهُمْ فِيهِ وَرِزْقُ رَبِّكَ خَيْرٌ وَأَبْقَى
“Dan janganlah kamu tujukan kedua matamu kepada apa yang telah Kami berikan kepada golongan-golongan dari mereka sebagai bunga kehidupan dunia untuk Kami cobai mereka dengannya, dan karunia Tuhan kamu adalah lebih baik dan lebih kekal.” (Q.S; Thaha : 131).
Ini bukan berarti orang Islam tidak boleh mencari tahu tentang sebab-sebab kekuatan mereka, seperti kemajuan teknologi, teknik militer dan keberhasilan ekonomi mereka, bahkan hal ini justru dituntut dan dibutuhkan.
Allah سبحانه و تعالي berfirman :
وَأَعِدُّواْ لَهُم مَّا اسْتَطَعْتُم مِّن قُوَّةٍ
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi.”(QS. Al-Anfal :60).
Pada dasarnya penemuan-penemuan yang berguna dan rahasia-rahasia alam semesta adalah milik umat islam.
Allah سبحانه و تعالي berfirman:
قُلْ مَنْ حَرَّمَ زِينَةَ اللّهِ الَّتِيَ أَخْرَجَ لِعِبَادِهِ وَالْطَّيِّبَاتِ مِنَ الرِّزْقِ قُلْ هِي لِلَّذِينَ آمَنُواْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا خَالِصَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Katakanlah,"‘Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkanNya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rizki yang baik?" Katakanlah : ‘Semuanya itu disediakan bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat’.” (Q.S; Al-A’raf : 32).
Firman Allah سبحانه و تعالي :
وَسَخَّرَ لَكُم مَّا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعاً مِّنْهُ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لَّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
“Dan Dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-banar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir.” (QS. Al-Jatsiyah : 13).
Firman Allah سبحانه و تعالي:
هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُم مَّا فِي الأَرْضِ جَمِيعاً
“Dialah Allah yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu.” (Q.S; Al-Baqarah : 29).
Oleh karena itu kaum muslimin wajib saling berlomba dalam usaha memperoleh berbagai teknologi dan sumber daya alam yang ada, jangan sampai orang kafir yang menikmatinya. Bahkan seyogyanya mereka mampu memiliki berbagai industri dan menciptakan perlengkapan-perlengkapan yang diperlukan.
  1. Memberi nama dengan nama orang kafir.
Banyak diantara kaum muslimin yang memberi nama anak-anaknya, baik laki-laki maupun perempuan dengan nama-nama asing dan meninggalkan nama bapaknya, ibunya, kakeknya, neneknya, dan nama-nama yang dikenal di masyarakatnya. Padahal Nabi صلي الله عليه وسلم bersabda :
خَيْرُ اْلأَسْمَاءِ عَبْدُ اللهِ وَعَبْدُ الرَّحْمَنِ
“Sebaik-baik nama adalah Abdullah dan Abdurrahman.”
Perubahan nama-nama tersebut mengakibatkan munculnya suatu generasi yang membawa identitas baru, selanjutnya menyebabkan hubungan antara generasi ini dengan generasi sebelumnya terputus. Juga menghapus identitas nama keluarga tertentu yang biasa dikenal dengan nama-nama khas mereka.
  1. Berdo’a memohonkan ampunan bagi mereka dan bersikap kasih sayang terhadap mereka.
Allah سبحانه و تعالي telah mengharamkan hal demikian dalam firman-Nya :
مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُواْ أَن يَسْتَغْفِرُواْ لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُواْ أُوْلِي قُرْبَى مِن بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ
“Tidaklah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat (nya), sesudah jelas bagi mereka bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka Jahannam.” (Q.S; At-Taubah : 113).
Karena memohonkan ampun bagi mereka berarti mencintai mereka dan mengakui keberan agama mereka.
  1. Hukum meminta bantuan orang kafir dalam suatu pekerjaan, peperangan dan lain-lain .
  1.  
    1. Meminta bantuan orang kafir dalam suatu pekerjaan
Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَتَّخِذُواْ بِطَانَةً مِّن دُونِكُمْ لاَ يَأْلُونَكُمْ خَبَالاً وَدُّواْ مَا عَنِتُّمْ قَدْ بَدَتِ الْبَغْضَاء مِنْ أَفْوَاهِهِمْ وَمَا تُخْفِي صُدُورُهُمْ أَكْبَرُ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu, telah nyata kebencian dari mulut mereka dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka lebih besar lagi…" (Q.S: Ali Imran: 118 )
Al- Baghawi rahimahullah berkata," Maksud firman Allah:   لاَ تَتَّخِذُواْ بِطَانَةً مِّن دُونِكُمْ  "janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang di luar kalanganmu".
Yaitu: mengangkat orang diluar agamamu untuk menjadi orang kepercayaanmu, kemudian Allah menjelaskan alasan larangan mengangkat orang tersebut untuk menjadi orang kepercayaan dengan firman-Nya:
لاَ يَأْلُونَكُمْ خَبَالاً
"mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu".
Syaikh al-Islam Ibnu Taimiyah berkata," Para ahli tahu benar bahwa orang-orang Yahudi, Nasrani dan Munafik yang hidup di bawah naungan daulah islam selalu menyampaikan berita dan rahasia umat islam kepada kaumnya yang berada diluar daulah islam, seperti yang diungkapkan oleh sebuah bait syair yang masyhur:
Setiap permusuhan, dapat diharapkan bersemainya rasa cinta
Kecuali permusuhan yang dikarenakan beda agama
Karena alasan diatas dan alasan lainnya, umat islam dilarang mengangkat orang kafir untuk menduduki suatu jabatan yang berhubungan langsung dengan hajat umat islam, sesungguhnya mengangkat orang islam yang kemampuannya berada di bawah orang kafir untuk menduduki suatu jabatan lebih bermanfaat untuk umat islam itu sendiri, baik ditinjau dari sudut agama maupun dunia, sedikit, tetapi halal lebih diberkahi daripada banyak tetapi haram, karena Allah mencabut keberkahan dari sesuatu yang haram." Lihat: Majmu` Al-Fatawa, jilid: 28, hal: 646.
Dari uraian di atas dapat kita pahami bahwa:
  1. Tidak dibolehkan mengangkat orang kafir untuk menduduki suatu jabatan yang berhubungan langsung dengan hajat dan rahasia umat islam, seperti; jabatan menteri, penasehat kepala Negara atau pegawai di sebuah instansi pemerintahan Islam.
Allah berfirman:
لاَ تَتَّخِذُواْ بِطَانَةً مِّن دُونِكُمْ لاَ يَأْلُونَكُمْ خَبَالاً
"…janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu…"
  1. Dibolehkan mempekerjakan orang kafir dibidang yang tidak penting, yang tidak membahayakan kebijakan daulah islam, seperti; pemandu jalan, perbaikan jalan dan pembangunan gedung, dengan syarat bahwa tidak ada orang islam yang layak melakukan pekerjaan tersebut. Karena sesungguhnya Nabi صلي الله عليه وسلم dan Abu Bakar menyewa seorang musyrik dari bani Dayil sebagai pemandu jalan mereka di saat melakukan hijrah ke Madinah.

  1.  
    1. Meminta bantuan orang kafir dalam peperangan.
Para ulama berbeda pendapat dalam hal ini, pendapat yang kuat mengatakan bolehnya meminta bantuan orang kafir dalam peperangan bila dibutuhkan, dengan syarat orang kafir yang diminta bantuan tersebut dapat dipercaya.
Ibnu Al Qayyim berkata, " Diantara pelajaran yang dapat diambil dari perjanjian Hudaibiyah; boleh meminta bantuan orang musyrik yang dapat dipercaya dalam jihad, jika diperlukan, gunanya; orang ini bisa dimanfaatkan sebagai mata-mata untuk mencuri berita dari musuh tanpa ada kecurigaan."
Juga dibolehkan dalam keadaan darurat, seperti hadist yang diriwayatkan oleh Zuhri bahwa Nabi صلي الله عليه وسلم meminta bantuan orang-orang Yahudi pada perang Khaibar di tahun ketujuh Hijriyah, Shafwan ikut dalam perang Hunain, di saat itu ia belum masuk islam, contoh darurat; jumlah orang kafir jauh lebih banyak dan dengan perlengkapan yang menakutkan, dengan syarat, orang kafir tersebut benar-benar berpihak kepada umat islam.
Bila tidak dibutuhkan, maka tidak boleh meminta bantuan mereka, karena bagaimanapun juga orang kafir tetap memendam makar dan kejahatan, karena busuknya hati mereka.

Sumber :
Imam-Imam Salafush Shalih
Islam kaffah

1 komentar:

  1. Ketika Rasulullah Saw. menantang berbagai akidah bathil dan pemikiran rusak kaum musyrikin Mekkah dengan Islam, Beliau dan para Sahabat ra. menghadapi kesukaran dari tangan-tangan kuffar. Tapi Beliau menjalani berbagai kesulitan itu dengan keteguhan dan meneruskan pekerjaannya.

    BalasHapus