Sabtu, 02 Juli 2011

Tafsir Surat Al-ashr

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ


Sadarkan diri kita sisa umur kita, hitung-hitunglah ‘tinggal’ berapa tarikan nafas usia kita masing-masing. Mumpung kita masih punya ‘sekian juta’ tarikan nafas, sebaiknya kita gunakan untuk hal-hal yang bermanfaat, lakukan segala aktifitas dengan mengatas namakan Allah.

**

(Aku berlindung kepada Allah dari godaan syeitan yang terkutuk, artikel ini saya tulis sama sekali bukan bermaksud mendahului ketentuan Allah, melainkan semata-mata agar kita semua ingat akan pentingnya waktu)

Sampai dengan tahun 2000-an, sering terbaca oleh kita bahwa umur rata-rata orang Indonesia adalah 60 tahun. Setelah era 2000-an sampai saat ini umur rata-rata tersebut naik menjadi 65-an, hal ini kemungkinan disebabkan makin banyaknya orang yang sadar akan kesehatan, juga bisa disebabkan makin banyaknya fasilitas kesehatan yang mudah diperolehan masyakarat, misalnya makin menjamurnya puskesmas-puskesmas, dan lain-lain, yang pasti itu memang sudah kehendak Allah.


Namanya saja ‘rata-rata’ berarti bisa saja seseorang meninggal sebelum usia 65 tahun, namun juga bisa setelah melampaui usia itu. Untuk memudahkan ‘renungan kita’, maka sebaiknya angka (usia) 65 di atas sebaiknya kita jadikan patokan, agar renungan kita jadi lebih terfokus.

Misalnya kita dilahirkan tahun 1981, usia kita saat ini adalah 30 tahun, jadi sisa hidup kita ‘tinggal’ : 65 tahun – 30 tahun = 35 tahun.

Bila 1 tahun itu lamanya 365 hari, maka usia kita ‘tinggal’ : 35 x 365 hari = 12.775 hari.

Bila 1 hari itu 24 jam, maka usia kita ‘tinggal’ : 12.775 x 24 jam = 306.600 jam .

Harap kita ingat, dalam 24 jam itu seseorang pasti mempunyai waktu tidak aktif, artinya waktu dimana seseorang harus istirahat, baik jasmani maupun rohani, yakni tidur.

Misalnya waktu tak aktif itu adalah 7 jam, maka waktu aktif seseorang ‘sebetulnya’ hanya 17 jam . Jadi waktu hidup yang aktif itu hanya ‘tinggal’ : 12.775 x 17 jam = 217.175 jam .

Bila 1 jam itu adalah 60 menit, maka usia kita ‘tinggal’ : 217.175 x 60 menit = 13.030.500 menit.

Bila 1 menit itu adalah 60 detik, maka usia kita ‘tinggal’ : 13.030.500 x 60 detik = 781.830.000 detik.

Terakhir, bila seseorang itu sekali menarik nafas lamanya rata-rata 2 detik, maka usia kita ‘tinggal’ = 781.830.000 : 2 = 390.915.000 tarikan nafas.

Sadarkan diri kita akan hal di atas, hitung-hitunglah ‘tinggal’ berapa tarikan nafas usia kita masing-masing. Mumpung kita masih punya ‘sekian juta’ tarikan nafas, sebaiknya kita gunakan untuk hal-hal yang bermanfaat, lakukan segala aktifitas dengan mengatas namakan Allah, agar semua langkah kita insya Allah bisa bernilai ibadah, karena kita dicipta oleh Allah tujuannya adalah supaya beribadah kepadaNya. (QS.adz-dzaariyaat : 56)

Sesali dan bertaubatlah kalau pada tarikan nafas yang telah lalu kita pernah berbuat salah, kita pernah lupa menjaga lidah, kita pernah lalai menjaga pandangan, kita tak pernah merawat hati dengan baik sehingga hanya terisi nafsu duniawi, tak pernah mengingat Allah, dan senantiasa lupa akan mati.

Mumpung masih dianugerahi Allah untuk menikmati tarikan nafas pada saat ini, dan insya Allah masih ‘sekian juta’ lagi. Alangkah ruginya bila tak kita manfaatkan untuk mengingatNya, tunduk padaNya, beribadah kepadaNya. Sungguh kita tak akan mampu memperpanjang tarikan nafas itu bila Allah tak mengijinkan, walau hanya satu tarikan saja.

**
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ
وَالْعَصْرِ [١٠٣:١]
Demi masa.
﴿١﴾

إِنَّ الْإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ [١٠٣:٢]
Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian,
﴿٢﴾

إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ [١٠٣:٣]
kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.

Sungguh tak lama usia kita tinggal ‘sekian juta’ tarikan nafas.

***


Catatan :

Sesungguhnya surat al-‘ashr merupakan surat yang agung. Dia adalah mukjizat, ringkas lafazhnya akan tetapi mengandung banyak makna. Mencakup sebab-sebab kebahagiaan, dan kemuliaan, serta memperingatkan akan sebab-sebab kesengsaraan. Kalau seandainya ada orang yang paling fasih sekalipun jika ingin menjelaskan sebab-sebab kebahagiaan dan sebab-sebab kesengsaraan niscaya akan membutuhkan berjilid-jilid buku untuk menjelaskannya, bahkan itupun masih belum bisa menjelaskan semuanya. Akan tetapi kalamullah tidak akan didatangi oleh kebatilan baik dari depan maupun dari belakang, dan tidak akan mampu baik jin ataupun manusia untuk membuat satu surat semisal dengannya.

Sesungguhnya surat ini pendek ayatnya akan tetapi mengandung banyak makna, didalamnya menghimpun kebaikan dunia dan akhirat. Barang siapa yang mengamalkannya maka dia akan sukses dan beruntung, dan barang siapa yang meninggalkannya dia akan merugi. Imam Asy-syafi’i رحمه الله berkata: “kalau seandainya Allah tidak menurunkan hujjah kecuali surat ini kepada hamba-hambanya, niscaya sudah cukup bagi mereka”. Dan surat al-‘ashr ini dibagi untuk hamba dan Rabbnya. Setengah pertama yaitu: Iman dan amal shaleh dimana ini untuk Allah dari hambanya, dan setengah yang kedua yaitu: Saling menasihati dalam kebenaran dan sabar diatasnya, ini antara hamba dan saudara-saudaranya. Allah membuka surat ini dengan sumpah, ini merupakan suatu bukti akan penting dan agungnya sesuatu yang dijadikan sumpah ataupun tidak, akan tetapi Allah bersumpah kapan saja Dia kehendaki, dan bagaimana Dia kehendaki, serta dengan apa saja yang Dia kehendaki. Allah telah bersumpah dengan ( الضحى ) waktu dhuha, ( الطور ) gunung sinai, ( النجم ) bintang, ( العاديات ) kuda perang yang berlari kencang, dan sumpah yang seperti itu banyak didalam al-Qur’an.


Tafsir Ibnu Katsir Surah Al 'Ashr
وَالْعَصْرِ (1)
سُورَة الْعَصْر : ذَكَرُوا أَنَّ عَمْرو بْن الْعَاص وَفَدَ عَلَى مُسَيْلِمَة الْكَذَّاب وَذَلِكَ بَعْدَمَا بُعِثَ رَسُول اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَبْل أَنْ يُسْلِم عَمْرو فَقَالَ لَهُ مُسَيْلِمَة مَاذَا أُنْزِلَ عَلَى صَاحِبكُمْ فِي هَذِهِ الْمُدَّة ؟ فَقَالَ لَقَدْ أُنْزِلَ عَلَيْهِ سُورَة وَجِيزَة بَلِيغَة فَقَالَ وَمَا هِيَ ؟ فَقَالَ " وَالْعَصْر إِنَّ الْإِنْسَان لَفِي خُسْر إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَات وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ " فَفَكَّرَ مُسَيْلِمَة هُنَيْهَة ثُمَّ قَالَ وَقَدْ أُنْزِلَ عَلَيَّ مِثْلهَا فَقَالَ لَهُ عَمْرو وَمَا هُوَ ؟ فَقَالَ : يَا وَبْر يَا وَبْر إِنَّمَا أَنْتَ أُذُنَانِ وَصَدْر وَسَائِرك حَفْر نَقْر ثُمَّ قَالَ كَيْف تَرَى يَا عَمْرو فَقَالَ لَهُ عَمْرو ؟ وَاَللَّه إِنَّك لَتَعْلَم أَنِّي أَعْلَم أَنَّك تَكْذِب. وَقَدْ رَأَيْت أَبَا بَكْر الْخَرَائِطِيّ أَسْنَدَ فِي كِتَابه الْمَعْرُوف" بِمَسَاوِئ الْأَخْلَاق " فِي الْجُزْء الثَّانِي مِنْهُ شَيْئًا مِنْ هَذَا أَوْ قَرِيبًا مِنْهُ . وَالْوَبْر دُوَيْبَّة تُشْبِه الْهِرّ أَعْظَم شَيْء فِيهِ أُذُنَاهُ وَصَدْره وَبَاقِيه دَمِيم فَأَرَادَ مُسَيْلِمَة أَنْ يُرَكِّبَ مِنْ هَذَا الْهَذَيَان مَا يُعَارِض بِهِ الْقُرْآن . فَلَمْ يَرُجْ ذَلِكَ عَلَى عَابِد الْأَوْثَان فِي ذَلِكَ الزَّمَان . وَذَكَر الطَّبَرَانِيّ مِنْ طَرِيق حَمَّاد بْن سَلَمَة عَنْ ثَابِت عَنْ عُبَيْد اللَّه بْن حِصْن قَالَ كَانَ الرَّجُلَانِ مِنْ أَصْحَاب رَسُول اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا اِلْتَقَيَا لَمْ يَفْتَرِقَا إِلَّا عَلَى أَنْ يَقْرَأ أَحَدهمَا عَلَى الْآخَر سُورَة الْعَصْر إِلَى آخِرهَا ثُمَّ يُسَلِّم أَحَدهمَا عَلَى الْآخَر : وَقَالَ الشَّافِعِيّ رَحِمَهُ اللَّه : لَوْ تَدَبَّرَ النَّاس هَذِهِ السُّورَة لَوَسِعَتْهُمْ . الْعَصْر : الزَّمَان الَّذِي يَقَع فِيهِ حَرَكَات بَنِي آدَم مِنْ خَيْر وَشَرّ وَقَالَ مَالِك عَنْ زَيْد بْن أَسْلَمَ هُوَ الْعَصْر وَالْمَشْهُور الْأَوَّل .

إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ (2)
فَأَقْسَمَ تَعَالَى بِذَلِكَ عَلَى أَنَّ الْإِنْسَان لَفِي خُسْر أَيْ فِي خَسَارَة وَهَلَاك .

إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ (3)
فَاسْتَثْنَى مِنْ جِنْس الْإِنْسَان عَنْ الْخُسْرَان الَّذِينَ آمَنُوا بِقُلُوبِهِمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَات بِجَوَارِحِهِمْ " وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ " وَهُوَ أَدَاء الطَّاعَات وَتَرْك الْمُحَرَّمَات . آخِر تَفْسِير سُورَة الْعَصْر وَلِلَّهِ الْحَمْد وَالْمِنَّة .

وَالْعَصْرِ (1)
Dalam ayat ini Allah SWT bersumpah dengan masa yang terjadi di dalamnya bermacam-macam kejadian dan pengalaman yang menjadi bukti atas kekuasaan Allah yang mutlak, hikmah-Nya yang tinggi dan Ilmu-Nya yang sangat luas. Perubahan-perubahan besar yang terjadi pada masa itu sendiri, seperti pergantian siang dengan malam yang terus-menerus, habisnya umur manusia dan sebagainya merupakan tanda ke-Agungan Allah SWT.
Dalam ayat lain yang sama maksudnya, Allah berfirman:

ومن آياته الليل والنهار والشمس والقمر
Artinya:
Dan sebagian dari tanda-tanda kebesaran-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan. (Q.S. Fussilat: 37)
Apa yang dialami manusia dalam masa itu dari senang dan susah, miskin dan kaya, senggang dan sibuk, suka dan duka dan lain-lain yang menunjukkan secara gamblang bahwa bagi alam semesta ini ada pencipta dan pengaturnya. Dialah Tuhan yang harus disembah dan hanya kepada-Nya kita memohon untuk menolak bahaya dan menarik manfaat, sedangkan orang-orang kafir menghubungkan peristiwa-peristiwa tersebut hanya kepada suatu masa saja, sehingga mereka berkata, bila ditimpa oleh sesuatu bencana bahwa ini hanya kemauan alam saja. Tetapi Allah menjelaskan bahwa masa itu adalah salah satu makhluk-Nya dan di dalamnya terjadi bermacam-macam kejadian, kejahatan dan kebaikan. Bila seseorang ditimpa musibah adalah karena akibat tindakannya, masa tidak campur tangan dengan terjadinya musibah itu.


إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ (2)
Dalam ayat ini Allah mengungkapkan bahwa manusia sebagai makhluk Allah sungguh secara keseluruhan berada dalam kerugian. Perbuatan buruk manusia adalah merupakan sumber kecelakaannya yang menjerumuskannya ke dalam kebinasaan, bukan masanya atau tempat. Dosa seseorang terhadap Tuhannya yang memberi nikmat tak terkira kepadanya adalah suatu pelanggaran yang tak ada bandingannya sehingga merugikan dirinya.

إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ (3)
Dalam ayat ini Allah menjelaskan agar manusia tidak merugi hidupnya ia harus beriman kepada Allah, melaksanakan ibadat sebagaimana yang diperintahkannya, berbuat baik untuk dirinya sendiri dan berusaha menimbulkan manfaat kepada orang lain.
Di samping beriman dan beramal saleh mereka saling nasihat-menasihati supaya menaati kebenaran dan saling nasihat-menasihati pula supaya tetap berlaku sabar, menjauhi perbuatan maksiat yang Setiap orang cenderung kepadanya, karena dorongan hawa nafsunya.

Bolehkah Seseorang Bersumpah Dengan Selain Allah?

Tentu tidak; berdasarkan keumuman dalil baik dari al-qur’an maupun as-sunnah yang memperingatkan dan melarang untuk bersumpah dengan selain Allah, sebagaimana yang terdapat dalam hadits bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda:

مَنْ حَلَفَ بِغَيْرِ اللهِ فَقَدْ أَشْرَكَ

“Barang siapa yang bersumpah dengan selain Allah sungguh dia telah berbuat syirik”, (HR. Tirmidzi, sebagaimana dalam shahih al-jami’ no:6204).

Abdullah bin Mas’ud رضي الله عنه berkata: “seandainya aku bersumpah dengan nama Allah secara dusta lebih aku sukai dari pada bersumpah dengan selain Allah walaupun benar, karena barang siapa yang bersumpah dengan selain Allah, sungguh dia telah berbuat syirik”.

Kebanyakan ahli tafsir berpendapat bahwa (العصر ) adalah masa atau zaman, ada yang mengatakan bahwasanya Allah bersumpah dengan masa karena terdapat ‘ibroh bagi orang yang memperhatikan, juga didalam masa itu Allah mengatur segala urusan dan menentukan takdir-takdir, serta memuliakan orang-orang yang taat kepadaNya, dan menghinakan orang-orang yang suka berbuat maksiat. (العصر ) merupakan zaman untuk memperoleh keuntungan dan amal shaleh bagi orang yang beriman, dan sebagai kesengsaraan bagi pelaku maksiat dan orang yang berpaling dari Allah.

Sebagian lain berpendapat: bahwasanya (العصر) adalah waktu sholat asar. Pendapat lain mengatakan: maknanya adalah Rabb penguasa zaman.

Adapula yang berpendapat: (العصر) adalah akhir waktu siang. Juga masih banyak pendapat-pendapat lainnya. Adapun yang paling dekat dengan kebenaran adalah pendapat yang pertama, karena masa adalah modal bagi manusia, dan waktu yang telah berlalu dari umurnya, dan tidak akan pernah kembali untuk selamanya.

Manusia berharap untuk bisa kembali kedunia, akan tetapi ini merupakan sesuatu yang mustahil…

قَالَ رَبِّ ارْجِعُونِ. لَعَلِّي أَعْمَلُ صَالِحاً فِيمَا تَرَكْتُ كَلَّا إِنَّهَا كَلِمَةٌ هُوَ قَائِلُهَا وَمِن وَرَائِهِم بَرْزَخٌ إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ

Dia berkata: “Ya Tuhanku, kembalikanlah aku kedunia, Agar aku dapat berbuat kebajikan yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak! sungguh itu adalah dalih yang diucapkannya saja. dan dihadapan mereka ada barzakh sampai pada hari mereka dibangkitkan. ” (QS. Al-Mu’minun : 99-100)

Al Masih عليه السلام berkata: Siang dan malam itu bagaikan lemari, maka lihatlah apa yang kau letakkan didalamnya. Dari Hasan Al-Basri berkata: hari ini adalah tamu bagimu, dan dia akan pergi baik memuji atau mencelamu, adapun orang yang lalai adalah orang yang menyia-nyiakan umurnya tanpa ada manfaat dan amal shaleh.

Rosulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:

كُلُّ النَّاسِ يَغْدُو فَبَائِعٌ نَفْسَهُ فَمُعْتِقُهَا أَوْ مُوبِقُهَا

"Semua orang bekerja sampai ada yang menjual dirinya, sehingga dia menjadi merdeka atau malah celaka” (H.R Muslim).

Tugas seorang muslim adalah mempelajari al-qur’an dan ilmu yang bermanfaat, berziarah kemasjid al-haram dan masjid Nabawi, menunaikan ibadah umroh, menyambung silaturohim, mempelajari profesi yang terhormat, rekreasi dan permainan yang diperbolehkan. Serta berhati-hati dari siaran televisi dan internet (yang berbahaya) dan mengambil manfaat darinya.


Siapakah yang Dimaksud Dengan (الإنسان) dalam Surat ini?

Ada yang berpendapat: yang dimaksud adalah orang kafir, dengan alasan pengecualian orang-orang mukmin. Pendapat lain mengatakan: Itu adalah Abu Jahal. Pendapat lainnya: Itu adalah nama jenis (jenis manusia) dan inilah yang paling benar, karena semua manusia dalam keadaan merugi,kecuali orang-orang yang memiliki empat kriteria, yaitu: Iman, amal shaleh, saling menasihati dalam kebenaran dan mendakwahkannya, serta saling menasihati dalam kesabaran dan konsisten di atasnya. Empat kriteria inilah yang dihimpun dalam surat yang penuh barokah ini.

Apa yang dimaksud dengan Iman?

Iman menurut bahasa adalah pembenaran yang mantap, Allah تعالى berfirman:

وَمَا أَنتَ بِمُؤْمِنٍ لِّنَا

”dan engkau tentu tidak akan percaya kepada kami”. (QS.Yusuf : 17)

Sedangkan menurut ahlu sunnah waljamaah: Iman adalah pengucapan dengan lisan, dan pembenaran dengan hati serta pengamalan dengan perbuatan.

إقرار باللسان : yaitu persaksian bahwasanya tidak ada tuhan yang berhak untuk diibadahi secara benar kecuali Allah, dan Muhammad adalah utusan Allah, yang mencakup makna tiga macam tauhid:

Tauhid Rububiyah yaitu: mentauhidkan Allah dalam hal perbuatanNya, seperti menciptakan, memberi rizki, menghidupkan dan mematikan. Tauhid ini telah diyakini oleh kaum musyrikin zaman dahulu sebagaimana dalam firman Allah تعالى :

وَلَئِن سَأَلْتَهُم مَّنْ خَلَقَهُمْ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ

“dan jika engkau bertanya kepada mereka ,siapakah yang menciptakan mereka, niscaya mereka menjawab, Allah;” (QS. Az-zukhruf : 87).

Tauhid Uluhiyah yaitu: mentauhidkan Allah dalam ibadah para hambanya (mentauhidkan Allah dalam hal Ibadah); seperti: menyembelih, nadzar, doa, istianah, inabah (kembali kepada Allah) dimana dalil-dalil yang menjelaskan macam-macam ibadah ini banyak didalam al-qur’an dan as-sunnah.

Tauhid Asma dan sifat yaitu: menetapkan apa yang telah ditetapkan Allah bagi diriNya, dan ditetapkan pula oleh rasulNya صلى الله عليه وسلم, berupa sifat-sifat yang sempurna dengan mensucikan dari penyerupaan kepada makhluknya, dan meniadakan apa yang telah ditiadakan Allah bagi diriNya, dan ditiadakan pula oleh rasulNya, sebagaimana firman Allah تعالى :

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ البَصِيرُ

“Tiada sesuatupun yang serupa dengan Dia. Dan Dia maha mendengar, maha melihat”. (QS.Asy-Syura : 11).

تصديق بالجنان : yaitu pembenaran dengan hati.

عمل بالأركان : yaitu mengamalkan dengan perbuatan anggota tubuh, karena amal adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dari keimanan, karena keimanan dapat bertambah dengan ketaatan, berkurang dengan perbuatan maksiat, sebagaimana iman dan amal shaleh itu selalu digabungkan dalam al-qur’an. Allah تعالى berfiman:

وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَاناً

“dan apabila dibacakan ayat-ayatNya kepada mereka bertambah (kuat) imannya”. (QS. Al-anfaal : 2).

dan amal itu tidak akan menjadi sholeh kecuali jika amalan itu baik, dan tidak akan menjadi baik kecuali terpenuhi dua syarat:

Amalan itu ikhlas mengharap wajah Allah semata.
Amalan itu sesuai petunjuk Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam.
Dan ini sesuai dengan firman Allah تعالى :

فَمَن كَانَ يَرْجُو لِقَاء رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلاً صَالِحاً وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَداً

“Maka barang siapa mengharap pertemuan dengan Tuhannya maka hendaklah dia mengerjakan kebajikan dan janganlah dia mempersekutukan dengan sesuatupun dalam beribadah kepada Tuhannya”. (QS. Al-Kahfi : 110).

Maka seyogyanya bagi setiap muslim untuk selalu berusaha ittiba’ dan berhati-hati dari perbuatan bid’ah. Ittiba’ yaitu: dengan cara beramal sesuai dengan kitab dan sunnah dan apa-apa yang telah didahului oleh generasi terdahulu umat ini, baik dari segi keyakinan ataupun amal shaleh, serta mengikuti sebaik-baik generasi yang telah dipersaksikan oleh Nabi صلى الله عليه وسلم dengan kebaikan, sebagaimana sabdanya:

خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِيْ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ

”Sebaik-baik manusia adalah generasiku, kemudian orang-orang yang sesudahnya, kemudian orang-orang yang sesudahnya”. [HR. Bukhari dan Muslim]

Dan juga sabda Beliau:

عَلَيْكُمْ بِسُنَّتِيْ وَسُنَّةِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ المَهْدِيِّيْنَ مِنْ بَعْدِيْ، تَمَسَّكُوْا بِهَا وَعَضُّوْا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُوْرِ فَاِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ

”ikutilah oleh kalian sunnahku dan sunnahnya khulafa ar-rosyidin yang mendapatkan petunjuk sesudahku, pegang teguhlah sunnah itu dengan kuat, dan tinggalkanlah olehmu perkara-perkara baru dalam agama, karena setiap amalan yang diada-adakan itu bid’ah, sedang setiap bid’ah adalah sesat”. [HR. Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi dan Ibnu Majah]

Adapun perbuatan bid’ah yaitu: mendekatkan diri kepada Allah تعالى dengan amalan-amalan yang tidak dicontohkan oleh al-qur’an ataupun sunnah Rasulullah, dan juga tidak pernah dikerjakan oleh para sahabat beliau, seperti kebanyakan bid’ah-bid’ah yang diada-adakan oleh manusia dizaman ini. Oleh karena itu Nabi عليه السلام bersabda:

وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ، وَكُلُّ ضَلَالَةٍ فِي النَّارِ

”setiap perbuatan bid’ah itu sesat, dan setiap kesesatan itu akan masuk neraka”. [HR. Ahmad, Muslim, Abu Dawud, An-Nasa’I dan Ibnu Majah]

Dan juga sabdanya:

مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَـذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ

”Barang siapa yang beramal dengan amalan yang tidak ada contohnya dariku maka akan tertolak”. [HR. Muslim]

Saling Menasihati Dalam Kebenaran

Kebenaran lawan dari kebatilan, setiap apa saja yang berasal dari Allah maka itu sesuatu yang haq, dan apa-apa yang menyelisihi syariatNya maka itu sesuatu yang batil, Allah تعالى berfirman:

وَقُلْ جَاء الْحَقُّ وَزَهَقَ الْبَاطِلُ

“dan katakanlah “kebenaran telah datang dan yang batil telah lenyap”. (QS. Al-Israa: 81).

Yang dimaksud saling menasihati dalam kebenaran adalah dakwah kepada Allah dan menyampaikan syariat-syariatNya serta beramar ma’ruf nahi mungkar, ini merupakan tugas umat islam, bukan umat-umat yang lainnya.

Allah تعالى berfirman:

كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللّهِ

”kamu umat islam adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, karena kamu menyuruh berbuat yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar dan beriman kepada Allah”. (QS. Ali Imran: 110).

Tanggung jawab dakwah pada umat-umat terdahulu tergantung pada para Nabinya, dan tatkala Allah mengutus Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم sebagai penutup para nabi, yang mengharuskan kesinambungan dakwah sesudahnya, karena tidak ada nabi setelahnya yang akan membawa tanggung jawab dakwah kepada umatnya secara umum, maka kewjiban dakwah itu menjadi tanggung jawab para ulama dan umaro secara khusus, sebagaimana firman Allah تعالى :

وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ

“dan hendaklah diantara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh berbuat yang ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar”. (QS: Ali Imran: 104).

Juga firmanNya:

وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنفِرُواْ كَآفَّةً فَلَوْلاَ نَفَرَ مِن كُلِّ فِرْقَةٍ مِّنْهُمْ طَآئِفَةٌ لِّيَتَفَقَّهُواْ فِي الدِّينِ وَلِيُنذِرُواْ قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُواْ إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ

“dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi kemedan perang,mengapa sebagian dari setiap golongan diantara mereka tidak pergi untuk memperdalam pengetahuan agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila telah kembali, agar mereka menjaga dirinya”. (QS: At-Taubah: 122).

Saling menasihati itu butuh peran serta dan andil seluruh lapisan masyarakat, seorang ibu, atau guru hendaknya menasihati anak dan muridnya, pemimpin menasihati rakyatnya, seorang wanita menasihati wanita-wanita lainya, yang ‘alim menasihati yang awam, demikian juga satu dengan yang lainnya saling nasihat menasihati dengan keimanan dan amal shaleh. Dan setiap individu menyeru kepada kebajikan serta beramar ma’ruf nahi mungkar sesuai dengan kemampuannya.

Saling Menasihati Dalam Kesabaran

Dikarenakan jalan dakwah kepada Allah dan amar ma’ruf nahi mungkar merupakan jalan yang sulit dan penuh rintangan, bukan jalan yang mudah yang berhiaskan bunga harum semerbak. Oleh karena itu wajib bagi para dai untuk tetap bersabar dalam dakwahnya dan meneladani para nabi dan dai disetiap masa. Ali bin AbiThalib menghatakan: “sabar didalam agama seperti kepala pada tubuh kita”. Imam Ahmad berkata: “kami mendapatkan baiknya urusan kita dengan bersabar”. Bahkan para nabipun ditimpa berbagai macam ujian, siksaan, bencana dan pengusiran dari kaumnya,diawali nabi Nuh عليه السلام dan diakhiri nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم , dan Allah menetapkan hati Mereka sebagaimana firmanNya:

فَاصْبِرْ كَمَا صَبَرَ أُوْلُوا الْعَزْمِ مِنَ الرُّسُلِ

“maka bersabarlah engkau Muhammad sebagaimana kesabaran rasul-rasul yang memiliki keteguhan hati”.(QS. Al-Ahqaf : 35).

Allah contohkan kepada kita perumpamaan yang tinggi dalam kesabaran dan keteguhan hati mereka diatas kebenaran, dan dalam menaggung beban berat dijalan Allah dalam rangka mengharapkan ridhoNya, agar seruan Allah itu menjadi tinggi dan seruan orang-orang kafir itu menjadi rendah, yang mana Allah تعالى سبحانه و telah menjelaskan balasan bagi orang-orang yang sabar dalam firmanNya:

إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُم بِغَيْرِ حِسَابٍ

“hanya orang-orang yang sabarlah yang disempurnakan pahalanya tanpa batas”. (QS. Az-Zumar : 10).

Para sahabat Rasulullah صلى الله عليه وسلم telah menanggung berbagai macam penderitaan dengan penuh kesabaran, dalam rangka menyebarluaskan dakwah islamiyah, seperti; khobab, bilal, abu dzar, yasir, sumayyah, dan yang lainnya. Sejarah salaf as-sholih penuh dengan pengorbanan dan kesabaran diatas dakwah, kalaulah bukan karena kesabaran dan kegigihan perjuangan mereka, tidak akan tegak agama Allah dimuka bumi ini, kita hanyalah satu kebaikan dari kebaikan-kebaikan perjuangan mereka, oleh karena itu hendaknya para dai dizaman ini untuk tetap menjadikan sabar dan teguh diatas dakwah sebagai mottonya, karena sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat, dan kesudahan yang baik hanya bagi orang-orang yang bertaqwa,…

segala puji bagi Allah Rabb semesta alam.


Sumber :
Syekh Dr. Muhammad bin Musa Alu Nashr
KELUARGA BESAR SALAFUSH SHOLIH (WAHABI, SALAFY, SALAF, SALAFIYUN, AL-FIRQOTUN NAJIYAH, AT-THOIFAH AL-MANSHURAH, AHLU SUNNAH WAL JAMAAH)
Islam Kaffah
http://www.facebook.com/islam.kaffah



Tidak ada komentar:

Posting Komentar